Selasa, 24 Februari 2009

Saatnya Caleg Simalungun Menanamkan Etika dan Moral Politik Menuju Kursi Legislatif


Saatnya Caleg Simalungun Menanamkan Etika dan Moral Politik Menuju Kursi Legislatif
Oleh : Frofidierman Sonik Purba

Tahun 2009 ini adalah momentum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena bangsa ini akan melangsungkan pesta demokrasi yakni pemilihan umum (Pemilu) legislative baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan pemilihan presiden (pilpres). Siapapun yang akan terpilih dalam momentum politik tersebut akan mempengaruhi perjalanan bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Kita tentunya tidak mengharapkan para kandidat yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para kandidat dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para kandidat menjelma sebagai “dermawan” dadakan dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik kedermawanannya ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para kandidat yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana yang telah habis selama kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka.
Politik Kualitas Menuju Wakil Rakyat
Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislative dan batas 25% bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (modal politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para kandidat dan partai terhadap konstituennya akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Kalau kita melihat pada pemilihan legislative tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Hajatan politik yang akan kita rayakan ini pun sangat terasa dalam masyarakat Simalungun. Kita lihat bagaimana putra-putri Simalungun berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figur harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Simalungun. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dari masyarakat Simalungun tidak mengerti permasalahan yang terjadi di Simalungun tetapi harus mempunyai politik will maupun kemauan dalam membangun Simalungun. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat Simalungun sebagai konstituen politik melihat track record ( sepak terjang ) si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dan berkualitas dalam membangun Simalungun. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya sama saja dengan menjual bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para kandidat dari masyarakat Simalungun dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Membangun Simalungun bukan harus menjadi Anggota Legislatif atau menjadi Bupati saja. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun Simalungun ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record (sepak terjang) sicalon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Jadi, selamat menggunakan hati nuraninya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa. Horas
Diterbitkan Pada Majalah Sauhur Edisi 10 April-Mei 2009

Tidak ada komentar: