Rabu, 10 Juni 2009

Ketika Kedaulatan Bangsa Menjadi Boneka Mainan Pihak Asing

Ketika Kedaulatan Bangsa Menjadi Boneka Mainan Pihak Asing
Oleh : Frofidierman Sonik Purba S.Si

Ditengah-tengah euforia hari kebangkitan nasional yang baru kita peringati, bangsa ini masih tetap belum mampu keluar dari segudang permasalahan yang mulai menjadi ”tumor ganas” penghancur eksistensi bangsa. Disamping serentetan permasalahan dalam negeri seperti korupsi yang dibudidayakan secara berjamaah para pejabat negara mulai dari kepala desa sampai para wakil rakyat dimana sampai saat ini pemberantasannya masih antara ada dan tiada, pelayanan kesehatan bagi warga miskin yang diskriminatif, pelaksanaan Ujian Nasional yang telah memberikan ”aib” bagi pendidikan kita berupa kecurangan-kecurangan sampai kasus DPT dalam pemilu legislatif yang telah mencoreng nilai-nilai demokratisasi di negeri ini, kita kini diperhadapkan pada eksistensi kebangsaan akibat ulah kapal patroli tentara Diraja Malaysia yang mempermainkan kedaulatan negara dengan sesuka hati memasuki perairan Indonesia di pulau Ambalat. Lucunya kapal TNI AL sampai kejar-kejaran dengan kapal patroli Malaysia di perairan kita tanpa mampu berbuat apa-apa.
Belum lagi kasus Manohara Odelina Pitot mantan model anggun asal Indonesia yang “melarikan diri” ke tanah air akibat adanya dugaan kasus kekerasaan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Tengku Muhammad Fakhry, pangeran Kerajaan Kelantan Malaysia tersebut. Terlepas apakah tuduhan Manohara terhadap suaminya dapat dibuktikan benar salahnya secara hukum, Malaysia selama ini tidak bisa kita pungkiri telah banyak memberikan derita kepada rakyat Indonesia terlebih bagi para pahlawan devisa yakni TKI kita. Pelecehan seksual, pemberian gaji yang tidak adil, sampai kepada penyiksaan berupa kekerasan fisik adalah “kado” yang dibawa para TKI ketika “kembali” ke tanah air. Alih-alih mendapatkan kehidupan yang lebih layak, pulang dalam keadaan sehat saja sudah syukur dirasakan para TKI kita. Ironis memang, Malaysia yang dulunya begitu enaknya belajar ke negeri kita dan mendapatkan berkat dari bumi pertiwi dengan kemajuan yang didapatnya, tetapi ketika TKI datang ke negeri jiran itu untuk mengadu nasib yang ada hanya bencana kemanusiaan dengan penderitaan-penderitaan yang didapat para TKI kita padahal TKI kita telah banyak menyumbangkan devisa bagi negara tersebut. Penganiayaan terhadap para TKI sama saja negeri jiran tersebut mengobok-obok kedaulatan bangsa karena TKI juga adalah bagian dari kedaulatan negara ini yang harus dilindungi.
Disamping itu, Semangat kemandirian yang dikumandangkan para capres maupun cawapres yang akan bertarung menuju kursi R1 dan R2 hanya menjadi “jualan politik” belaka untuk menarik simpatik rakyat padahal aplikasinya ketika terpilih malah menjadikan bangsa ini terjerumus dalam morfin ketergantungan pada ”kedermawanan semu” negara-negara kapitalis. Kita lihat bagaimana aset-aset negara ini telah”dijambret” pihak kapitalis dengan bertopengkan bantuan dana IMF dan Bank Dunia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat tapi prakteknya bumi,air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara kapitalis dan dipergunakan untuk kemakmuran negara kapitalis.

Saatnya Intropeksi Diri
”Go To Hell With your Aids” yang dilontarkan Ir.Soekarno- presiden Indonesia pertama- ketika Amerika Serikat dengan kapitalismenya ingin menggrogoti kekayaan alam kita dan impian the founding father kita untuk membuat bangsa ini berdikari dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berdikari dalam bidang budaya tanpa mau didikte oleh negara asing akhirnya menjadi hayalan belaka akibat kebijakan ekonomi Soeharto yang menggantungkan masa depan negeri ini pada belas kasihan negara-negara kapitalis berupa utang luar negeri. Pembangunan memang berjalan dengan dahsyatnya di era Presiden Soeharto tapi menciptakan ”kecelakaan pembangunan” sebagai konsekuensi logis utang luar negeri yang membengkak untuk membiayai pembangunan tersebut disamping merebaknya kasus korupsi yang telah menghancurkan ekonomi bangsa. Akibatnya rakyat sendirilah yang tetap menjadi ”korban” dari kerakusan para penguasa di negeri ini.
Ironis memang kehidupan bangsa ini. Keburukannya lebih besar daripada keungguluannya. Negara terkorup, negara teroris, negara yang urusan birokrasinya tersulit didunia sampai negara yang sepakbolanya teranarkis menjadi ”simbol” yang melekat di negeri ini ketika berbicara tentang Indonesia.
Melihat segudang permasalahan ini, sudah saatnya bangsa ini ”bertobat” dengan melakukan intropeksi diri. Para elit politik jangan lagi menjadi ”pasukan elit” yang menghalalkan cara untuk mendapatkan kekuasaan. Kita lihat menjelang pemilihan presiden ini konstlasi politik nasional semakin memanas. Itu wajar dan ditengah-tengah kewajaran ini hendaknya etika dan moral berpolitik harus dijunjung tinggi para kandidat yang akan ”bertarung” di medan perebutan pucuk kepemimpinan nasional. Menang dan kalah harus diterima dengan lapang dada. Contohlah keteladanan Barak Obama dan Jhon Mcain yang bersaing memperebutkan kursi presiden Amerika Serikat 4 November 2008 lalu. Adu strategi politik sampai saling serang mereka lakukan dalam kampanye tetapi ketika Barak Obama telah terpilih, dengan kerendahan hati Jhon Mcain langsung mengucapkan pidato kekalahan dan mengajak konstituennya untuk mendukung presiden terpilih. Selama ini memang dalam setiap pergantian ”tongkat” kepemimpinan di negeri ini baik mulai zaman orde baru sampai era reformasi, tidak pernah kita lihat kandidat yang kalah mengucapkan pidato kekalahan. Sifat kekanakkanakan masih melekat pada elit politik kita. Kedewasaan berpolitik dikaburkan kerakusan untuk berkuasa.
Kedaulatan dan Ketergantungan
Satu hal yang pasti bahwa bangsa ini tidak akan pernah maju apabila kedaulatan bangsa ini masih ”dijajah” oleh pihak asing. Perlakuan Malaysia terhadap Indonesia adalah model penjajahan baru dan budaya diplomasi yang diucapkan pemerintah ketika Malaysia mengusik negara ini harus diubah dengan melakukan tindakan nyata demi kemajuan bangsa. Tingkatkan mutu pendidikan nasional demi peningkatan sumber daya manusia sehingga masyarakat Indonesia menjadi lebih kreatif dan berani dalam menjalankan semangat kemandirian dalam bidang ekonomi. Tingkatkan pembangunan dalam negeri yang menstimulus terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat menampung jutaan tenaga kerja sehingga ketika anak bangsa menamatkan pendidikannya, mereka tidak perlu lagi berbondong-bondong datang ke negeri Malaysia untuk mengadu nasib karena negara mampu memberikan lapangan pekerjaan. Regulasi kerjasama antara Indonesia dan Malaysia harus dikaji dan dipertegas lagi khususnya menyangkut tenaga kerja. Hak Azasi Manusia para TKI harus diperhatikan karena TKI adalah manusia yang hak mendapatkan kehidupan yang layak bukannya sapi perahan para majikan di negeri jiran tersebut.
Ditengah-tengah semangat kemandirian yang akan kita usung, pihak kapitalisme tidak akan tinggal diam. Mereka akan membenamkan negeri ini dalam lembah ketergantungan. Ketergantungan negeri ini terhadap pihak asing sama saja kedaulatan yang kita miliki dilecehkan karena hakikatnya kedaulatan juga mengandung arti tidak mudah diintervensi pihak asing. Pemerintah harus mempunyai platform dan strategi dalam memanfaatkan kekayaan alam yang kita miliki. Jangan sampai ”isi perut” bumi pertiwi berupa minyak bumi, hutan ,pasir dan barang tambang dieksploitasi pihak asing untuk memperkaya negara mereka sedangkan rakyat susah untuk mendapatkan sesuap nasi.
Kasus pelecehan kedaulatan yang dilakukan Malaysia disinyalir menyimpan rencana busuk negara-negara kapitalisme untuk merampas eksplorasi minyak disekitar perairan Pulau Ambalat. Ini harus diantisipasi dengan memperkuat pertahanan disekitar perbatasan.
Penutup
Pemilihan presiden 8 Juli 2009 ini akan kita rayakan. Akan lahir sepasang pemimpin yang akan menahkodai negara ini lima tahun kedepan. Kita berharap siapapun para pemimpin yang terpilih nanti dapat mengeluarkan bangsa ini dari belenggu ketergantungan dari pihak asing. Satu pesan untuk kandidat yang terpilih pada pilpres 8 Juli 2009 nanti bahwa negara ini adalah negara berdaulat yang memiliki sejarah perjuangan panjang untuk membentuk suatu negara merdeka, adil dan makmur. Tindak tegas siapaun yang mengusik nasionalisme dan ”memperkosa” kedaulatan bangsa.. Kita bukan negara boneka mainan pihak asing yang sesuka hati mengusik kedaulatan dan merampas kekayaan alam negeri ini. Satu hal lagi jadikan negara ini menjadi ”negara rakyat” bukannya negara para elit politik busuk yang memanfaatkan penderitaan rakyat untuk kepentingan pribadi. Ketika engkau berani membuat kepentingan rakyat sebagai corong terdepan dalam setiap kebijakanmu maka kami rakyat Indonesia akan mengangkat engkau sebagai manusia setengah dewa.
Penulis adalah Alumni Departemen Kimia FMIPA USU dan aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI).

Biodata:
Nama : Frofidierman Sonik Purba S.Si
Alamat : Jln. Seruling No.30 B Pasar 1 P.Bulan Medan 20156
Contak Person : 081 260 118 003