Sabtu, 21 Maret 2009

Meredam Kekerasan Dengan Cinta


Meredam Kekerasan Dengan Cinta
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Ditengah-tengah perjuangan bangsa untuk keluar dari keterbelakangan dan keterburukan, bangsa ini kembali harus diperhadapkan pada permasalahan sosial yang baru yakni maraknya kekerasan yang terjadi di masyarakat. Pelaku kekerasan yang terjadi tidak mengenal usia. Ada yang terjadi dikalangan orang tua seperti kekerasan dalam rumah tangga( KDRT) maupun dikalangan anak-anak seperti terjadinya tawuran antar sekolah yang seakan-akan anak bangsa tidak lagi memiliki moral.
Permasalahan kemiskinan yang semakin memprihatinkan sebagai konsekunsi logis dampak krisis global dapat menjadi salah satu akar dari makin maraknya kekerasan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Angka Pengangguran yang dari hari ke hari berkembang secara signifikan menyebabkan masyarakat akan mengambil jalan pintas yakni dengan kekerasan untuk mempereoleh sesuap nasi. Belum lagi karena diskriminasi kelas antara si kaya dan si miskin menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial sehingga menstimulus terciptanya aksi kekerasan.
Apapun akar dari permasalahan kekerasan itu, satu hal yang pasti hendaknyalah nilai-nilai moralitas harus kita junjung tinggi. Kita harus mampu dan mau untuk belajar mencintai sesama kita. Kalau kita pada posisi yang kaya secara materi hendaknyalah jangan sombong dan bersedia membantu orang yang miskin secara materi keluar dari kemiskinan misalnya melalui bantuan dana untuk membuka usaha. Ibaratnya kalau kita memiliki dua buah baju hendaknyalah kita memberikan satu kepada yang tidak memiliki baju. Disamping itu kalau kita berada pada posisi miskin secara materi hendaknyalah budaya iri hati terhadap orang yang kaya secara materi harus kita singkirkan jauh dari sanubari kita dengan berusaha untuk bangkit dan bekerja keras dalam melawan kemiskinan. Andrie Wongso, motivator No.1 di Indonesia pernah berkata sukses dan kaya secara materi adalah hak siapa saja bagi orang yang mau berusaha keras untuk mewujudkannya.
Sudah saatnya aksi kekerasan yang mulai membudaya ini kita berantas secara bersama-sama. Salah satu factor yang sangat berperan adalah keluarga yang harus mengajarkan sejak dini nilai-nilai moralitas sehingga generasi tua maupun generasi muda dapat belajar mencintai sesama manusia. Disamping itu pemerintah melalui lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan harus mampu mengajarkan pendidikan akhlak maupun moral kepada masyarakatnya. Alangkah ironisnya apabila bangsa yang dikenal religius ini ternyata aksi kekerasan marak terjadi. Oleh karena itu mari kita hancurkan budaya kekerasan dengan menaburkan benih-benih cinta diantara sesama kita. Jadi selamat mencintai sesama manusia.

Senin, 09 Maret 2009

Benarkah Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan ?


Benarkah Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan ?
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Tulisan ini ini terinspirasi ketika penulis membaca salah satu slogan tentang pemilu yang mengajak masyarakat agar tidak golput pada pemilu 9 April 2009 nanti. Slogan itu juga mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan.
Satu sisi pesan moral yang disampaikan melalui slogan pemilu tersebut ada benarnya karena menyadarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu 9 April 2009 yang akan kita rayakan nanti dengan harapan angka golput dapat diminimalisir. Sebaliknya ketika suara rakyat telah mengantarkan para elit politik untuk duduk sebagai wakil rakyat maupun pemimpin bangsa tetapi suara rakyat dikebiri untuk kepentingan pribadi maupun kelompok bukankah slogan yang menyatakan suara rakyat adalah suara Tuhan patut dipertanyakan?. Alangkah terkutuknya apabila para elit politik yang bertarung pada pemilu 2009 ini berani memperjualbelikan suara Tuhan (money politic) ketika mengkampanyekan dirinya dan setelah menjabat, suara Tuhan tersebut diganti dengan perbuatan korupsi yang menyebabkan rakyat semakin menderita kemiskinan. Bukankah suara Tuhan menginginkan para elit politik untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat?. Bukankah suara Tuhan yang dimanifestasikan dalam hak-hak konstitusi rakyat dalam UUD 1945 mengatakan hak rakyat jelata dan hak para elit politik sama derajatnya di bumi pertiwi yang kita cintai ini yakni hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan beradab ?. Bukankah ketika para elit politik melakukan kampanye dengan mengumbar janji manis tetapi setelah terpilih malah melakukan pembohongan publik dapat dikatakan kejahatan liar biasa layaknya seorang teroris karena sama-sama merugikan masyarakat ?. Disinilah diperlukan intropeksi diri para elit politik untuk berkaca pada dirinya sendiri seraya merenungkan apakah ketika dia memutuskan untuk mencalonkan diri baik sebagai calon legislative maupun calon presiden / calon wakil presiden telah siap mengemban suara rakyat yang juga dinamakan suara Tuhan ini.
Tahun 2009 ini adalah momentum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena bangsa ini akan melangsungkan pesta demokrasi yakni pemilihan umum (Pemilu) legislatif baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres/pilwapres). Siapapun yang akan terpilih dalam rentetan proses politik tersebut akan mempengaruhi perjalanan bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Kita tentunya tidak mengharapkan para elit politik yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para elit politik dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para elit politik menjelma sebagai “dermawan dadakan” dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik “kedermawanannya” ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para elit politik yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana yang telah habis selama kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka.
Setelah merenungkan pesan moral yang disampaikan dalam slogan pemilu tersebut, penulis berharap agar siapapun para elit politik yang membaca slogan pemilu ini dapat terusik hatinya agar benar-benar tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan nasib rakyat yang hari ke hari semakin memprihatinkan. Jabatan politik yang diraih hendaknya tidak dijadikan alat maupun profesi pekerjaan belaka untuk memperkaya diri maupun kelompok tertentu tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kepentingan rakyat harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan karena apapun perbuatan yang kita lakukan pertanggungjawabannya adalah di akhirat nanti.
Politik Kualitas Menuju Kemajuan Bangsa
Dengan adanya UU Pemilu yang baru dan diperkuat dengan putusann Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislatif dan batas 2O% kursi partai di DPR dan 25% suara partai secara nasional bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (ongkos politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para elit politik yang maju sebagai kandidat dan partai yang mengusungnya terhadap konstituennyalah akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Jadi, para kandidat yang bahkan sebelum perhelatan kampanye dilakukan telah melakukan pendekatan ke rakyat melalui aksi-aksi sosial yang riil akan lebih dikenal masyarakat dibandingkan para kandidat yang mengandalkan tebar pesona gambar. Kalau kita melihat pada pemilihan legislatif tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan karena nomor urut memang berperan penting untuk menentukan siapa yang duduk sebagai calon legislator. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Dengan dikeluarkannya regulasi baru tentang pelaksanaan pemilu maka kompetisi atau persaingan yang ketat antar calon maupun partai akan menghiasi peta perpolitikan tanah air. Bisa saja kandidat yang bernomor urut 10 akan mengalahkan kandidat bernomor 1 sehingga para kandidat yang selama ini memiliki nomor urut jadi tidak bisa lagi berpangku tangan dan menunggu mukjizat tetapi harus ekstra kerja keras dalam meraih simpati rakyat
Penulis berharap kepada masyarakat Indonesia agar bijaksana dalam menentukan pilihannya. Kita lihat bagaimana para elit politik baik yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik maupun para elit politik dadakan berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figur harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Indonesia. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dalam pemilu nanti tidak mengerti tentang permasalahan kebangsaan tetapi harus mempunyai politik will maupun kemauan dalam membangun negeri ini. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat sebagai konstituen politik melihat track record ( sepak terjang ) si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dan berkualitas dalam membangun bangsa ini. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani maupun suara kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya maupun suaranya sama saja dengan menjual suara Tuhan dan bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para elit poltik yang bertarung pada pemilu nanti dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Bukankah para elit politik harus menghormati suara rakyat karena dengan menghormati suara rakyat sama saja dengan menghormati suara Tuhan. Membangun Indonesia bukan harus menjadi anggota legislatif atau menjadi presiden/wakil presiden saja. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun negeri ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record (sepak terjang) sicalon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Mari kita berikan suara kita bagi kandidat yang benar-benar mampu mengemban amanah rakyat dan mampu mengeluarkan negeri ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan
Jadi, selamat menggunakan hati nurani dan suaranya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa.

Pengalaman Organisasi dan Seminar


Pengalaman Organisasi dan Seminar
Frofidierman Sonik Purba
Alamat e-mail dan Alamat Friendster : frofidiermanpurba@yahoo.com
Nama Blogger : Frofidierman Sonik Purba
Pengalaman Organisasi
1. Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kimia FMIPA USU Periode 2005-2006
2. Ketua Umum Kelompok Aspirasi Mahasiswa FAjAR ( KAM FAjAR ) Universitas Sumatera Utara Periode 2005-2006
3. Sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI )Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2005-2006
4. Kordinator Divisi Infokom Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara ( IMAS-USU ) Periode 2004-2005
5. Komisaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI ) Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2008-2009
Seminar Yang Pernah Diikuti
1. Seminar “ Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Antara Polemik dan Solusi “ yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik (IMAJIP) FISIP USU pada tanggal 21 April 2005 di Laboratorium Pariwisata Universitas Sumatera Utara Medan
2. Seminar “ Pengolahan Pulp pada Industri PT.Toba Pulp Lestrai Tbk “ yang diselenggarakan oleh Panitia Kunjungan Industri Ikatan Mahasiswa Kimia (IMK) FMIPA USU pada tanggal 1 Juni 2006 di Porsea Kabupaten Toba Samosir
3. Seminar “ Status Industri Minyak Kelapa Sawit dan Produk Hilir di Malaysia” dengan Keynote Speaker Prof. Datin Dr. Zuriati Zakaria dari University Kebangsaan Malaysia (UKM) yang diselenggarakan oleh Technological And Professional Skills Development Sector Project (ADB LOAN No. 1792 – INO) Departemen Kimia FMIPA – USU
4. Seminar Hukum “ Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Di Propinsi Sumatera Utara (Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah ) yang diselenggarkan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI ) Komisariat Fakultas Hukum USU Pada tanggal 13 Mei 2006 di Royal Room Hotel Danau Toba International Medan
5. Seminar "Traning Anti Korupsi" yang diselenggarakan oleh Simalungun Corruption Watch (SCW)di hotel Parbina Pematang Siantar pada tanggal 21-23 April 2003
6. Seminar " Bahaya Narkoba dan HIV/AIDS" yang diselenggarakan oleh dinas kesehatan kab.Simalungun bekerja dengan Kapolres Simalungun pada tanggal 5 Maret 2002 di Aula SMU PLUS Pem.Raya
7. Seminar " Program Ikatan Mahasiswa Sosial Demokrat-USU" yang dilaksanakan oleh partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) di sekretariat DPD PBSD Kotamadya Medan pada tanggal 13 Maret 2003
8. Seminar "Motivation and Entrepreneurship" yang dilaksanakan oleh Campus Comunity Telkomsel pada tanggal 20 November 2008 di Pardede Hall Medan.
9. Seminar " Peran Pemuda Kristen Dalam Menyikapi Persoalan Bangsa " yang dilaksanakan oleh Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial (KDAS)pada tanggal 8 November 2008 di Gedung Sola Gratia Medan.

Jumat, 06 Maret 2009

Gadis Diantara Waktu


Gadis Diantara Waktu


Waktu Kembali Bersenandung
Mencari Jawaban Atas Sebuah Bisikan Hati
Waktu Kembali Menguji
Kekuatan Hati Diantara Bayang-Bayang Semu
Kapan dan Dimana ?

Waktu Kembali Merindu
Akan Pancaran Seorang Gadis
Gadis Yang Telah Memberikan Secercak Warna
Gadis Yang Melalui Suaranya Memberikan Inspirasi
Gadis Yang Dalam Ketulusan Kata-Katanya Memberikan Nilai
Akh…Ilusikah ini Atau Perjuangan Untuk Menemukannya ?

Waktu Adakah Kesempatan?
Merangkul Bayangan Ini
Bercengkrama Diantara Suka dan Duka

Gadis Dengarkanlah Rindu ini Diantara Detak Jantung Angin Kehidupan
Gadis Bisikkan Sepenggal Kata Diantara Pesona Matahari dan Bintang
Biarkan Penghuni Semesta Berkata : Inilah Saatnya

Gadis
Tau Nggak Siapa Gadis Itu ?
Pergilah Kedepan Kaca
Maka Kamu Akan Menemukannya Disana

Created By : Frofidierman Sonik Purba Dalam Pencarian

Kamis, 05 Maret 2009

Perempuan, Begitu Misteriuskah ?


Perempuan, Begitu Misteriuskah ?
Oleh:
Frofidierman Sonik Purba

Berbicara masalah perempuan, maka kita langsung teringat tentang permasalahan emansipasi, hasrat, lesbian, dan feminimisme yang mengundang logika yang cukup a lot untuk membicarakannya.
Banyak kata-kata yang dapat menunjukkan identitas seorang perempuan seperti gadis, ibu, nenek dll yang pemakaiannya tergantung fungsi dan kondisi. Gadis biasanya menunjukkan perempuan baik perawan maupun yang sudah tidak perawan lagi asalkan belum menjalin ikatan pernikahan. Ibu menunjukkan perempuan yang sudah berumah tangga dan sudah punya anak sedangkan nenek menunjukkan perempuan yang sudah lanjut usia dan sudah punya cucu.
Dalam membongkar dan menggambarkan kemisteriusan dan rahasia perempuan banyak kita temukan dalam bentuk puisi, novel, lukisan, lagu maupun dalam bentuk karya sastra yang lain. Ada yang bersifat imajiner maupun bersifat nyata. Penulis pernah membaca sebuah puisi yang sangat menyentuh sekali yang latar belakang pembuatannya diakibatkan kekecewaan terhadap seorang perempuan ( baca:kekasih) yang telah menyakiti hati si pembuat puisi sampai-sampai si pembuat puisi mengalami depresi berat. Tapi, itulah kehebatan dan kelemahan perempuan yang menyimpan sejuta kemisteriusan akan cinta, kelembutan, derita maupun kemunafikan.
Perempuan yang dalam tulisan ini hanya dibatasi pada kelas kekasih mengundang protes dan pandangan argumentatif apabila kaum Adam mengkelompokkannya sebagai manusia kelas kedua. Sejarah bisa mencatat bagaimana pahlawan-pahlawan perempuan Indonesia seperti Raden Ajeng Kartini protes terhadap kehidupan, peradaban dan masa kejayaan kelaki-lakian. Gerakan emansipasi persamaan gender yang digagasnya menuntut laki-laki dan perempuan sama kelas dan haknya. Yang membedakannya hanya dari segi hasrat dan alat-alat biologis. Diera zaman Raden Ajeng Kartini ini, perempuan hanya dijadikan boneka hiburan laki-laki. Pekerjaan dan ruang gerak perempuan hanya dibatasi pada masalah dapur rumah tangga dan masalah ranjang panas saja.
Kembali ke batasan perempuan sebagai kekasih maka kita sering mengilustrasikan prempuan itu seperti bunga ditepi jurang yang harus dihinggapi dan madunya dihisap kumbang sebagai laki-laki. Ada juga yang mengibaratkan perempuan seperti ikan dimana untuk mendapatkannya pemancing (baca:laki-laki) awalnya harus rela berkorban untuk membeli umpan dan pancingan yang terbaik demi meraih ikan yang diinginkan. Setelah ikannya (baca:perempuan) tertangkap maka urusan keeksistensian atau keberadaan ikan tersebut terserah pemancing mau diapakan. Ada yang memeliharanya dengan baik agar dapat berproduksi lagi. Ada yang menggorengnya untuk keperluan perut. Ada yang menjualnya bahkan ada juga yang mencampakkannya karena hanya dijadikan hiburan saja. Kalau kita berasumsi secara logika terbalik maukah atau bisakah perempuan dikategorikan kumbang atau pemancing dan laki-laki yang menjadi bunga dan ikannya seperti ilustrasi diatas ?.
Apapun ilustrasi, pemikiran, gerakan akan suatu legitimasi dan eksistensi perempuan satu hal yang pasti persoalan keindahan dan kebahagiaan hidup kaum Adam tidak akan berjalan secara harmoni tanpa sentuhan dan perhatian kaum Hawa. Pertama : Alangkah indahnya kalau pergulatan cinta terjadi diantara kaum Adam dan kaum Hawa. Kita bisa lihat dalam proses membuat cinta menjadi komunikasi dan komunikasi menjadi hubungan yang bahasa gaulnya dinamakan tahap PDKT dimana pihak laki-laki dituntut harus lebih bersabar dan mau berkorban lebih banyak demi meraih “hadiah” dari perempuan yakni cinta dan aroma tubuhnya bahkan bisa juga mendapat “hadiah grandprise” yakni sex. Kedua : Kita tidak bisa membayangkan betapa dahsyatnya dan nikmatnya apabila pertarungan hasrat terjadi diatas ranjang panas antara kaum Adam dan kaum Hawa dengan tidak menafikan pertarungan hasrat antara sejenis seperti kelompok GAY dan Kelompok Lesbian. Menang dan kalah tidak jadi permasalahan asalkan keduanya sama-sama memiliki jiwa ksatria dan merasakan secara bersama-sama kepuasan tingkat tinggi yang satu ini.
Kesimpulan
Ada dua kemisteriusan perempuan yang harus dihancurkan demi menjebol hatinya yakni pertama : perempuan jangan dibuat merasa istimewa dan spesial dimata laki-laki. Penulis sering mengalami kejadian apabila perempuan terlalu sering disanjung dan diistimewakan pihak laki-laki maka akan menaikkan nilai bargainingnya (nilai jualnya) sehingga perempuan tersebut akan bersifat over selektif (terlalu memilih) terhadap para lelaki yang memburunya. Kita sering lihat bagaimana segerombolan lelaki yang secara beramai-ramai mendekati perempuan, memujinya dan mengeluarkan jurus gombalan paling dahsyat yang sering disimbolkan dengan ungkapan: pssst…stttt cewek, mana dek, Kamu cantik kali dek sehingga membuat segerombolan lelaki tersebut bagai mahluk hidup yang paling murah persisnya laki-laki murahan. Akibatnya sampai perempuan akan berkata didepan kaca” Aku cantik juga ya. Banyak yang mengidolakan aku. Ah…Aku jual mahal aja deh dan harus selektif.Mmm..mmm Enaknya jadi perempuan”.
Kedua : Laki-laki harus menaikkan nilai jualnya.
Di era budaya ketimuran yang kita miliki ada suatau doktrin percintaan yang menyatakan harus laki-laki yang lebih dulu mengalah untuk mengungkapka perasaannya. Contoh kasusnya seperti ketika pada tahap PDKT Laki-laki dituntut lebih agresif dalam memberikan perhatian dan lebih sabar dalam menghadapi tingkah laku perempuan sehingga membuat pihak perempuan merasa manja dan istimewa. Budaya ini harus direvolusi kalau perempuan menginginkan kesamaan gender dalam segala bidang baik bidang politik, ekonomi, social budaya maupun dalam urusan perasaan bahkan sex.
Sudah saatnya laki-laki juga menuntut hak kepada perempuan agar mau untuk mengungkapkan perasaannya lebih dahulu kepada laki-laki dan tidak menunggu kejantanan laki-laki untuk memulai cerita cinta. Perempuan jangan munafik dan melakukan apologia (pembenaran) budaya agar laki-laki yang lebih dulu mengungkapkan perasaaanya. Kalau perempuan lebih dahulu jatuh cinta kepada laki-laki, perempuan harus berani PDKT kepada laki-laki. Ungkapkan aja dan jangan takut harga dirinya jatuh dimata laki-laki sehingga balance (keseimbangan) gender dapat terjadi antara laki-laki dan perempuan dan kemisteriusan perempuan dapat dipecahkan “keperawanannya” menjadi sebuah realita.
Deklarasi Pernyataan Kesamaan Gender Dari Kaum Adam Dari Penjuru Dunia
Wahai….perempuan-perempuan di penjuru dunia
Ungkapkan aja perasaanmu kepada kami lebih dahulu tanpa menunggu kejantanan kami dalam memulai cerita cinta.
Jantanlah dalam mengungkapkan perasaanmu lebih dahulu. Jangan takut harga dirimu rendah dimata kami. Kalau cintamu tulus, kami siap menerimamu.
Wahai…perempuan-perempuan di penjuru dunia
Kami menunggu “Kejantananmu”
Hidup Laki-laki…..!
Hidup Perempuan…!
Hidup Kesamaan Gender…..!