Rabu, 10 Juni 2009

Ketika Kedaulatan Bangsa Menjadi Boneka Mainan Pihak Asing

Ketika Kedaulatan Bangsa Menjadi Boneka Mainan Pihak Asing
Oleh : Frofidierman Sonik Purba S.Si

Ditengah-tengah euforia hari kebangkitan nasional yang baru kita peringati, bangsa ini masih tetap belum mampu keluar dari segudang permasalahan yang mulai menjadi ”tumor ganas” penghancur eksistensi bangsa. Disamping serentetan permasalahan dalam negeri seperti korupsi yang dibudidayakan secara berjamaah para pejabat negara mulai dari kepala desa sampai para wakil rakyat dimana sampai saat ini pemberantasannya masih antara ada dan tiada, pelayanan kesehatan bagi warga miskin yang diskriminatif, pelaksanaan Ujian Nasional yang telah memberikan ”aib” bagi pendidikan kita berupa kecurangan-kecurangan sampai kasus DPT dalam pemilu legislatif yang telah mencoreng nilai-nilai demokratisasi di negeri ini, kita kini diperhadapkan pada eksistensi kebangsaan akibat ulah kapal patroli tentara Diraja Malaysia yang mempermainkan kedaulatan negara dengan sesuka hati memasuki perairan Indonesia di pulau Ambalat. Lucunya kapal TNI AL sampai kejar-kejaran dengan kapal patroli Malaysia di perairan kita tanpa mampu berbuat apa-apa.
Belum lagi kasus Manohara Odelina Pitot mantan model anggun asal Indonesia yang “melarikan diri” ke tanah air akibat adanya dugaan kasus kekerasaan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh Tengku Muhammad Fakhry, pangeran Kerajaan Kelantan Malaysia tersebut. Terlepas apakah tuduhan Manohara terhadap suaminya dapat dibuktikan benar salahnya secara hukum, Malaysia selama ini tidak bisa kita pungkiri telah banyak memberikan derita kepada rakyat Indonesia terlebih bagi para pahlawan devisa yakni TKI kita. Pelecehan seksual, pemberian gaji yang tidak adil, sampai kepada penyiksaan berupa kekerasan fisik adalah “kado” yang dibawa para TKI ketika “kembali” ke tanah air. Alih-alih mendapatkan kehidupan yang lebih layak, pulang dalam keadaan sehat saja sudah syukur dirasakan para TKI kita. Ironis memang, Malaysia yang dulunya begitu enaknya belajar ke negeri kita dan mendapatkan berkat dari bumi pertiwi dengan kemajuan yang didapatnya, tetapi ketika TKI datang ke negeri jiran itu untuk mengadu nasib yang ada hanya bencana kemanusiaan dengan penderitaan-penderitaan yang didapat para TKI kita padahal TKI kita telah banyak menyumbangkan devisa bagi negara tersebut. Penganiayaan terhadap para TKI sama saja negeri jiran tersebut mengobok-obok kedaulatan bangsa karena TKI juga adalah bagian dari kedaulatan negara ini yang harus dilindungi.
Disamping itu, Semangat kemandirian yang dikumandangkan para capres maupun cawapres yang akan bertarung menuju kursi R1 dan R2 hanya menjadi “jualan politik” belaka untuk menarik simpatik rakyat padahal aplikasinya ketika terpilih malah menjadikan bangsa ini terjerumus dalam morfin ketergantungan pada ”kedermawanan semu” negara-negara kapitalis. Kita lihat bagaimana aset-aset negara ini telah”dijambret” pihak kapitalis dengan bertopengkan bantuan dana IMF dan Bank Dunia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat tapi prakteknya bumi,air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara kapitalis dan dipergunakan untuk kemakmuran negara kapitalis.

Saatnya Intropeksi Diri
”Go To Hell With your Aids” yang dilontarkan Ir.Soekarno- presiden Indonesia pertama- ketika Amerika Serikat dengan kapitalismenya ingin menggrogoti kekayaan alam kita dan impian the founding father kita untuk membuat bangsa ini berdikari dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berdikari dalam bidang budaya tanpa mau didikte oleh negara asing akhirnya menjadi hayalan belaka akibat kebijakan ekonomi Soeharto yang menggantungkan masa depan negeri ini pada belas kasihan negara-negara kapitalis berupa utang luar negeri. Pembangunan memang berjalan dengan dahsyatnya di era Presiden Soeharto tapi menciptakan ”kecelakaan pembangunan” sebagai konsekuensi logis utang luar negeri yang membengkak untuk membiayai pembangunan tersebut disamping merebaknya kasus korupsi yang telah menghancurkan ekonomi bangsa. Akibatnya rakyat sendirilah yang tetap menjadi ”korban” dari kerakusan para penguasa di negeri ini.
Ironis memang kehidupan bangsa ini. Keburukannya lebih besar daripada keungguluannya. Negara terkorup, negara teroris, negara yang urusan birokrasinya tersulit didunia sampai negara yang sepakbolanya teranarkis menjadi ”simbol” yang melekat di negeri ini ketika berbicara tentang Indonesia.
Melihat segudang permasalahan ini, sudah saatnya bangsa ini ”bertobat” dengan melakukan intropeksi diri. Para elit politik jangan lagi menjadi ”pasukan elit” yang menghalalkan cara untuk mendapatkan kekuasaan. Kita lihat menjelang pemilihan presiden ini konstlasi politik nasional semakin memanas. Itu wajar dan ditengah-tengah kewajaran ini hendaknya etika dan moral berpolitik harus dijunjung tinggi para kandidat yang akan ”bertarung” di medan perebutan pucuk kepemimpinan nasional. Menang dan kalah harus diterima dengan lapang dada. Contohlah keteladanan Barak Obama dan Jhon Mcain yang bersaing memperebutkan kursi presiden Amerika Serikat 4 November 2008 lalu. Adu strategi politik sampai saling serang mereka lakukan dalam kampanye tetapi ketika Barak Obama telah terpilih, dengan kerendahan hati Jhon Mcain langsung mengucapkan pidato kekalahan dan mengajak konstituennya untuk mendukung presiden terpilih. Selama ini memang dalam setiap pergantian ”tongkat” kepemimpinan di negeri ini baik mulai zaman orde baru sampai era reformasi, tidak pernah kita lihat kandidat yang kalah mengucapkan pidato kekalahan. Sifat kekanakkanakan masih melekat pada elit politik kita. Kedewasaan berpolitik dikaburkan kerakusan untuk berkuasa.
Kedaulatan dan Ketergantungan
Satu hal yang pasti bahwa bangsa ini tidak akan pernah maju apabila kedaulatan bangsa ini masih ”dijajah” oleh pihak asing. Perlakuan Malaysia terhadap Indonesia adalah model penjajahan baru dan budaya diplomasi yang diucapkan pemerintah ketika Malaysia mengusik negara ini harus diubah dengan melakukan tindakan nyata demi kemajuan bangsa. Tingkatkan mutu pendidikan nasional demi peningkatan sumber daya manusia sehingga masyarakat Indonesia menjadi lebih kreatif dan berani dalam menjalankan semangat kemandirian dalam bidang ekonomi. Tingkatkan pembangunan dalam negeri yang menstimulus terciptanya lapangan pekerjaan yang dapat menampung jutaan tenaga kerja sehingga ketika anak bangsa menamatkan pendidikannya, mereka tidak perlu lagi berbondong-bondong datang ke negeri Malaysia untuk mengadu nasib karena negara mampu memberikan lapangan pekerjaan. Regulasi kerjasama antara Indonesia dan Malaysia harus dikaji dan dipertegas lagi khususnya menyangkut tenaga kerja. Hak Azasi Manusia para TKI harus diperhatikan karena TKI adalah manusia yang hak mendapatkan kehidupan yang layak bukannya sapi perahan para majikan di negeri jiran tersebut.
Ditengah-tengah semangat kemandirian yang akan kita usung, pihak kapitalisme tidak akan tinggal diam. Mereka akan membenamkan negeri ini dalam lembah ketergantungan. Ketergantungan negeri ini terhadap pihak asing sama saja kedaulatan yang kita miliki dilecehkan karena hakikatnya kedaulatan juga mengandung arti tidak mudah diintervensi pihak asing. Pemerintah harus mempunyai platform dan strategi dalam memanfaatkan kekayaan alam yang kita miliki. Jangan sampai ”isi perut” bumi pertiwi berupa minyak bumi, hutan ,pasir dan barang tambang dieksploitasi pihak asing untuk memperkaya negara mereka sedangkan rakyat susah untuk mendapatkan sesuap nasi.
Kasus pelecehan kedaulatan yang dilakukan Malaysia disinyalir menyimpan rencana busuk negara-negara kapitalisme untuk merampas eksplorasi minyak disekitar perairan Pulau Ambalat. Ini harus diantisipasi dengan memperkuat pertahanan disekitar perbatasan.
Penutup
Pemilihan presiden 8 Juli 2009 ini akan kita rayakan. Akan lahir sepasang pemimpin yang akan menahkodai negara ini lima tahun kedepan. Kita berharap siapapun para pemimpin yang terpilih nanti dapat mengeluarkan bangsa ini dari belenggu ketergantungan dari pihak asing. Satu pesan untuk kandidat yang terpilih pada pilpres 8 Juli 2009 nanti bahwa negara ini adalah negara berdaulat yang memiliki sejarah perjuangan panjang untuk membentuk suatu negara merdeka, adil dan makmur. Tindak tegas siapaun yang mengusik nasionalisme dan ”memperkosa” kedaulatan bangsa.. Kita bukan negara boneka mainan pihak asing yang sesuka hati mengusik kedaulatan dan merampas kekayaan alam negeri ini. Satu hal lagi jadikan negara ini menjadi ”negara rakyat” bukannya negara para elit politik busuk yang memanfaatkan penderitaan rakyat untuk kepentingan pribadi. Ketika engkau berani membuat kepentingan rakyat sebagai corong terdepan dalam setiap kebijakanmu maka kami rakyat Indonesia akan mengangkat engkau sebagai manusia setengah dewa.
Penulis adalah Alumni Departemen Kimia FMIPA USU dan aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI).

Biodata:
Nama : Frofidierman Sonik Purba S.Si
Alamat : Jln. Seruling No.30 B Pasar 1 P.Bulan Medan 20156
Contak Person : 081 260 118 003

Jumat, 29 Mei 2009

Harapan Hidup Sejahtera Ditengah-tengah Transisi Pembangunan Pematang Raya Sebagai Ibu Kota Simalungun


Harapan Hidup Sejahtera Ditengah-tengah Transisi Pembangunan Pematang Raya Sebagai Ibu Kota Simalungun
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba S.Si

Sejak ibukota Simalungun resmi dipindahkan ke Kecamatan Raya pada tanggal 23 Juni 2008 yang lalu dimana sebelummnya Ibu kota Simalungun telah berada dalam territorial kota madya Pematang Siantar, maka mobilitas social, politik dan ekonomi masyarakat semakin mengalami perkembangan yang signifikan. Ini disebabkan karena Pematang Raya akan menuju daerah perkotaan. Disamping semakin “giatnya” pemerintah melakukan pembangunan-pembangunan infrastruktur pemerintahan, pusat perdagangan dan beberapa fasilitas publik walaupun memang belum memuaskan khususnya menyangkut masalah infrastruktur jalan yang jauh panggang dari apinya, kita juga bisa melihat aktivitas masyarakat semakin sibuk. Menurut penulis ada dua jenis masyarakat yang akan “bertarung” dalam menyambut perpindahan ibukota ini yakni masyarakat internal dan masyarakat eksternal. Masyarakat internal adalah masyarakat yang berdomisili disekitar ibukota. Sedangkan masyarakat eksternal adalah masyarakat yang berasal dari luar wilayah teritorial ibukota. Dua jenis masyarakat ini akan “menghiasi” transisi sosial, politik dan ekonomi Kabupaten Simalungun. Akibat percampuran masyarakat internal dan masyarakat eksternal ini akan menciptakan sebuah akulturasi social, politik dan ekonomi yang linier dengan akulturasi budaya jika masyarakat eksternal membawa budaya yang berbeda dengan budaya Simalungun pada umumnya dan budaya masyarakat Raya pada khususnya. Permasalahannya ada dua akulturasi positif - jika budaya Simalungun dapat dipertahankan dari budaya luar - atau akulturasi negative – jika budaya Simalungun terkontaminasi dengan budaya Luar Kita bisa melihat Pematang Siantar yang sebelum dimekarkan menjadi kota madya adalah masih didominasi oleh budaya dan masyarakat asli Simalungun tetapi akibat akulturasi negative Pematang Siantar kini didominasi budaya dan masyarakat yang bukan asli Simalungun seperti masyarakat Batak Toba dan Masyarakat China. Kita berharap kasus akulturasi negatif seperti di Pematang Siantar tidak terjadi lagi di Pematang Raya. Jangan sampai Pematang Raya menjadi “ Siantar-2 “ yang digilas sebuah evolusi system.
Memang, kita tidak memungkiri bahwa pembangunan Pematang raya sebagai ibukota Simalungun mengalami kemunduran akibat proses tarik ulur yang cukup a lot antara elit politik Simalungun. Regulasi pemindahan telah dikeluarkn ketika era Presiden Habibie yakni PP No.70 Tahun 1999 tetapi hingga sekarang proses pembangunannya masih jalan ditempat. Ini disebabkan karena belum adanya political will eksekutif maupun legislative dalam membangun Pematang raya sebagai ibukota. Sejak era Bupati Jhon Hugo silalahi yang mengkonsepkan pembangunan ibukota dalam proyek mega multi year dengan menelan biaya pemindahan dan pembangunan awal hampir sebesar 100 M tertapi hingga sekarang hasilnya belum mencapai taraf yang memuaskan. Belum lagi, sejak duet Zulkarnean Damanik dan Pardamean Siregar penerusnya duduk di singgasana kursi orang No.1 dan No.2 di Simalungun lagi-lagi pembangunan Pematang raya belum menunjukkan titik terang sebagai sebuah ibukota. Ironis memang kalau kita bandingkan dengan pembangunan kabupaten tetangga seperti Serdang Bedagai. Sejak Serdang Bedagai dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang, eksekutif dan legislatifnya begitu rajinnya membenahi daerahnya dengan pembangunan-pembangunan. Mereka telah membuktikan bahwa ditengah usia daerah yang masih muda, mereka telah mendapatkan
berbagai prestasi di bidang pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Kita bias melihat hanya dalam kurun waktu lima tahun, Kabupaten Serdang Bedagai telah mampu menata pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan fasilitas-fasilitas public sedangkan sudah hampir 10 tahun sejak PP 70/1999 sebagai landasan hukum pemindahan dikeluarkan pemerintah pusat, tetapi realisasi pembangunan masih gitu-gitu aja.
Master plan dan Transparansi Publik
Sudah seharusnya pemerintah sebagai eksekutor pembangunan harus memiliki master plan yang jelas dalam membangun Simalungun dengan Pematang Raya sebagai pusat pemerintahannya. Membangun Simalungun memerlukan manajerial pembangunan yang benar-benar baik, sistematis dan tetap memperhatikan kesejahteraan rakyat serta lingkungan hidup. Jangan sampai karena “kerajinan” pemerintah yang over dalam membangun tidak memperhatikan hajat hidup masyarakatnya khususnya lingkungan hidup. Tetaplah menjungjung tinggi rasa kekeluargaan dan keadilan dalam membangun Simalungun ini ketika pemerintah ingin menggunakan lahan masyarakat. Jangan mengandalkan aparatnya untuk menggusur hak rakyat. Begitu juga dengan masyarakat yang “kena” imbas pembanngunan harus legowo ketika pemerintah ingin menggantirugikan lahan demi pembangunan fasilitas public. Masyarakat jangan hanya “memaksa” pemerintah untuk merealisasikan pembangunan, tetapi tidak ikhlas memberikan lahannya untuk pembangunan. Disinilah kerjasama pihak pemerintah dan masyarakat disinkronisasikan agar tidak terjadi “konflik pembangunan” di kabupaten yang kita cintai ini karena memang pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan digunakan seperlunya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Transparansi pemerintah terhadap publik menjadi parameter utama alam memajukan pembangunan di Simalungun ini. Jangan mengambil kesempatan untuk korupsi ketika pembangunan berjalan.
Menuju Rakyat Mandiri dan Sejahtera
Kabar gembira dengan dipindahkannya Ibu kota Simalungun ke Pematang Raya, harus disambut masyarakat Simalungun dengan mengembangkan semangat kemadirian yakni dengan kegiatan berwirausaha. Masyarakat khususnya yang bermukim di wilayah Kecamatan Raya (masyarakat internal) harus jeli melihat peluang ekonomi dalam melakukan investasi agar lahan yang menjanjikan ini tidak “dijambret” oleh masyarakat eksternal tetapi harus mampu survive dan bersaing secara sehat. Jangan menunggu “bola” dari Pemerintah tetapi harus “turun gunung” dalam menyambut pembangunan ini sehingga harapan menuju masyarakat sejahtera dapat kita rasakan tentunya dengan kerja keras dan kebersamaan.

Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Masyarakat Simalungun yang bermukim di Medan. Dipresentasikan Pada Diskusi Ilmiah Dengan Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara (IMAS-USU) Pada tanggal 29 Mei 2009 di Sekretariat IMAS-USU Jln.Seruling No 30 B Pasar 1 P. Bulan Medan 20156

Senin, 18 Mei 2009

Bahasa Simalungun Menuju Kepunahan Budaya, Akankah ?


Bahasa Simalungun Menuju Kepunahan Budaya, Akankah ?
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Tulisan ini dibuat karena terinpirasi percakapan saya dengan teman lama yang bertemu di salah satu Plaza di kota Medan.. Kami adalah pemuda simalungun bermarga yang sama dan berteman sewaktu duduk di bangku SMU. Sewaktu tamat dari bangku SMU, kami berpisah. Saya melanjutkan pendidikan di salah satu PTN di kota Medan dan sejak perpisahan itu, saya tidak tahu lagi kemana rimbanya. Sekedar mengingat masa lalu, persahabatan kami sangat akrab sekali, senang bersama-sama dan susah pun sama-sama menanggung. Keseharian kami selalu menggunakan bahasa Simalungun yang fasih dan sangat senang dengan lagu-lagu Simalungun. Priskha dan Cewek Matre - dinyanyikan artis simalungun Jhon Eliaman Saragih - adalah judul lagu Simalungun yang kami senangi. Kalau lagi bersama, dua lagu tersebut tidak lupa kami nyanyikan tentunya dengan iringan gitar.
Ditengah-tengah kekagetan saya yang bercampur dengan kegembiraan, dua sahabat karib bertemu kembali. Dengan penampilan yang begitu maskulin dan ditemani oleh seorang gadis cantik, saya menyapanya dengan bahasa Simalungun. Tapi anehnya ketika saya berbicara dengan menggunakan bahasa Simalungun, dia malah menyahutnya dengan bahasa Indonesia yang EYD nya keJakartaan banget dan terkesan janggal dan dibuat-buat. Persisnya sepenggal percakapan kami itu adalah
Saya : Oii…iii Ambea !!. Maraha ho ijon ?. Naha Kabarmu ?
Teman saya : Eh..Kamu Bro. Lama kagak Jumpa ama loe. Gue sehat-sehat aja. Gue
Lagi shoping-shoping ama si doi ( sambil memperkenalkan saya Dengan gadis cantik yang bersamanya )
Saya : Ija ho sonari ?. Kuliah do ho i jon ?.
Teman saya : Ya enggaklah. Gue kuliahnya di Jakarta. Gue lagi liburan di Medan
Ama nyokap dan bokap gitcuu sambil melepas rindu ama cintaku ini
( Sambil menggandeng tangan gadis cantik itu )
Dan masih banyak lagi percakapan-percakapan kami yang tidak dapat saya tuliskan di kertas ini, karena saya lagi menulis artikel bukannya novel.
Dari percakapan kami diatas, saya begitu heran dan risih mendengarkan bahasanya. Mengapa teman saya itu tidak membalas percakapan saya dengan bahasa Simalungun ?. Apakah kebudayaan dan kemajuan zaman di Jakarta telah membuat dia lupa dengan bahasa Simalungun. Bahasa yang selalu kami gunakan dalam kehidupan keseharian sewaktu duduk di bangku SMU.
Kalaulah kita melihat kondisi kekinian, bahasa Simalungun sudah mulai dimarjinalkan oleh masyarakat Simalungun itu sendiri. Di tingkatan pemuda-pemudi Simalungun yang hijrah dari kampung halaman untuk mencari masa depan ke “kampung orang” baik berlabelkan mahasiswa maupun sebagai anak perantauan tidak lagi membudayakan bahasa Simalungun. Ada asumsi mengatakan kalau pemuda-pemudi Simalungun malu dan risih menggunakan bahasa Simalungun di kalangan khalayak ramai. Parahnya, bahasa Simalungun juga jarang bahkan tidak digunakan lagi sebagai bahasa keseharian di kalangan pemuda-pemudi Simalungun itu sendiri. Di tingkatan masyarakat Simalungun yakni orang tua, kurang mewariskan semangat berbahasa Simalungun kepada generasi penerusnya. Permasalahan ini bisa kita lihat pada masyarakat Simalungun yang tinggal di perkotaan.
Survei membuktikan sebagian besar orang tua Simalungun yang tinggal diperkotaan seperti Pematang Siantar tidak menggunakan bahasa Simalungun dalam keluarga sebagai alat komunikasi dengan anak-anaknya. Bisa dibayangkan, masyarakat Simalungun yang tinggal di kota Pematang Siantar yang notabene secara geografis dan kultur dekat dengan kabupaten Simalungun aja tidak membudayakan bahasa Simalungun dalam kehidupan keluarganya apalagi masyarakat Simalungun yang tinggal jauh dari kabupaten Simalungun seperti Medan, Jakarta dan kota-kota lainnya. Harapan kita “penyakit bahasa” ini tidak menular ke dalam kabupaten Simalungun itu sendiri yang akhir-akhir ini mulai menunjukan indikasi terjangkit di beberapa kecamatan di kabupaten Simalungun
Seharusnya kita berkaca dari suku tetangga seperti Suku Karo dan Suku Batak Toba yang terus melestarikan budaya mereka dengan menggunakan bahasa daerahnya. Mereka tidak segan maupun malu menggunakan bahasa daerahnya. Kita lihat ketika dua orang aja masyarakat suku Karo maupun suku Batak berjumpa baik itu di jalan, terminal, kampus, warung maupun di tempat-tempat umum lainnya, mereka selalu memakai bahasa daerahnya untuk berkomunikasi.
Permasalahan budaya ini harus segera di tuntaskan. Kita tentunya tidak menginginkan bahasa Simalungun mengalami tragedi budaya menuju kepunahan bahasa yang ujung-ujungnya dapat menjadi stimulus menuju kepunahan budaya
Penulis tentunya tidak bermaksud mengangkat isu primordial yang sempit dengan menggaransikan bahasa Simalungun menjadi harga mati yang harus digunakan sebagai alat komunikasi satu satunya dalam kehidupan bermasyarakat tetapi lebih kepada persoalan bagaimana insan Simalungun harus melestarikan bahasa daerahnya sebagai bahasa keseharian di kalangan sesama masyarakat Simalungun disamping menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan suku-suku lain.
Beban moral ini adalah tugas kita bersama. Pemerintah dan DPRD harus proaktif melihat permasalahan ini. Sudah seharusnya Perda bahasa dibuat yang mengatur penggunaan bahasa Simalungun dalam lingkup lembaga pemerintahan. Alangkah disayangkan apabila Bupati,Wakil Bupati, Anggota DPRD maupun Pegawai pemerintahan Simalungun tidak mampu berbahasa Simalungun. Disamping itu organisasi-organisasi Simalungun harus membudayakan bahasa ini dalam kehidupan bermasyarakat. Kita tentunya tidak sepakat apabila ada organisasi Simalungun yang katanya berjuang untuk kepentingan rakyat Simalungun tapi tidak dapat berbahasa Simalungun dapat dikatakan organisasi teladan. dalam kehidupan bermasyarakat.
Generasi tua juga harus mewariskan semangat menggunakan bahasa Simalungun kepada generasi muda sejak dini agar generasi muda Simalungun tidak malu mengunakan bahasa Simalungun dimana pun dia berada sehingga kasus seperti teman lama saya tidak terjadi lagi di kalangan pemuda-pemudi Simalungun kita karena bahasa Simalungun adalah subsistem kekayaan budaya nasional.
Ai ma Tongon
Horas……….
Horas……….
Horas……….

Penulis adalah Komisaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Komisariat FMIPA USU periode 2008-2009 dan Aktivis IMAS-USU

PHK Massal dan Krisis Kemanusiaan


PHK Massal dan Krisis Kemanusiaan
Oleh : Frofidierman Sonik Purba
Dampak krisis keuangan global yang dimulai dari Amerika Serikat telah merambah keseluruh dunia. Efek dari krisis ini yang semula hanya dirasakan oleh sekelompok masyarakat yang terikat dengan industi keuangan dan pasar modal kini mulai dirasakan dunia usaha Indonesia khususnya yang bergerak di sektor industri padat karya seperti industri bubur kertas dan kertas, kayu lapis dan produk tekstil.
Ditengah menurunnya permintaan dunia akan produk industri dalam negeri dimana Amerika Serikat dan Eropah merupakan pasar ekspor tujuan terbesar produk Indonesia dan minimnya pasokan bahan baku, maka ancaman PHK massal terhadap 26.000 pekerja dan merumahkan sedikitnya 12.000 pekerja lainnya menjadi alternative utama yang diambil perusahaan demi mengurangi biaya produksinya.
Ancaman pengangguran besar-besaran ini telah membuat dunia usaha berada pada posisi yang dilematis. Satu sisi perusahaan menginginkan untung untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak sampai gulung tikar. Sisi lainnya, para pekerja mengharapkan kebijakan PHK massal yang akan dikeluarkan tidak sampai terjadi karena berhubungan dengan kelangsungan hidup. Kita tidak bisa memungkiri bahwa dengan maraknya pengangguran berpotensi menambah permasalahan sosial baru maupun kerawanan sosial di tengah-tengah masyarakat yang ujung-ujungnya dapat menyebabkan krisis kemanusiaan. Masyarakat akan menghalalkan segala cara agar bisa bertahan hidup. Pemerasan, pencurian, perampokan maupun bentuk kriminalitas lainnya akan banyak terjadi demi mendapatkan sesuap nasi.
Pemerintah harus proaktif mengambil langkah-langkah antisipasi guna menghindari ancaman PHK massal ini. Kebijakan maupun regulasi yang dibuat tidak hanya menguntungkan pengusaha secara sepihak tetapi juga harus memperhatikan nasib para pekerja. Pembangunan infrastruktur secara merata harus dikembangkan karena dapat mendorong terciptanya lapangan kerja. Kualitas produksi barang yang akan diekspor juga harus ditingkatkan dengan memberikan stimulus, insentif, penyuluhan maupun kemudahan birokrasi pada dunia usaha. Disamping itu, pemerintah harus dapat menggerakkan sektor riil agar pertumbuhan ekonomi dalam negeri berjalan dengan baik.
Peraturan bersama empat menteri- tenaga kerja, perindustrian, perdagangan dan dalam negeri- tidak menjadi senjata bagi perusahaan untuk bertindak sewenang-wenang dalam melakukan pemutusan hubungan kerja dengan dalih krisis global tetapi harus melakukan perundingan bipartiat secara transparan antara manajemen perusahaan dengan pengurus serikat pekerjanya agar kesinambungan usaha tidak kolaps dan nasib para pekerja terakomodir
Sudah saatnya permasalahan PHK massal sebagai turunan akibat krisis keuangan global kita sikapi secara bersama-sama. Mari kita jadikan krisis ini sebagai batu ujian secara bijaksana untuk lebih meningkatkan kerja sama dan transparansi agar permasalahan ini tidak sampai menimbulkan konflik horizontal yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan ditengah-tengah masyarakat.

Penulis adalah Komisaris GmnI Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2008-2009 dan Aktivis IMAS-USU

MENUNGGU IMPLEMENTASI UU PORNOGRAFI


MENUNGGU IMPLEMENTASI UU PORNOGRAFI
OLEH
FROFIDIERMAN SONIK PURBA

RancanganUndang-Undang Pornografi telah disahkan oleh DPR-RI. Hampir semua fraksi di DPR menyepakati RUU ini disahkan menjadi UU kecuali fraksi PDIP dan fraksi PDS dan dua anggota DPR fraksi Golkar dari Propinsi Bali yang walk out pada saat RUU ini akan disahkan. Sebuah produk undang-undang yang sebelum maupun setelah disahkan telah menimbulkan kontroversi ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia yang pro terhadap undang-undang ini tetapi tidak sedikit pula yang menolaknya.
Kalau kita memandang kondisi realita kebangsaan sekarang yang belum terlepas dari belenggu keterpurukan maupun keterbelakangan seperti kemiskinan, Pengangguran, ketidakadilan, maupun kasus korupsi yang memprihatinkan, adakah produk undang-undang ini menjadi kebutuhan primer bangsa yang harus dipenuhi atau hanya akan menciptakan gejolak masyarakat yang berlarut-larut?. Kalau kita berbicara tentang moralitas maka indikator keberhasilannya adalah perilaku maupun perbuatan nyata yang dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat. Kita tentunya tidak sepakat seandainya seseorang yang secara kedudukan maupun pendidikan diakui dan dihormati masyarakat tetapi melakukan perbuatan asusila dapat dikatakan manusia bermoral. Akan tetapi seseorang yang demikian tentunya akan mendapatkan sanksi moral dari masyarakat bahkan mungkin akan mendapat sanksi secara hukum yang berlaku. Kita lihat bagaimana kasus Yahya Zaini mantan anggota DPR RI melakukan perilaku asusila dengan beredarnya video seksnya dimasyarakat mendapatkan sanksi dipecat dari jabatannya sebagai wakil rakyat dan jabatannya sebagai salah satu pengurus pusat partai Golkar dan bahkan mungkin akan mendapat sanksi moral dari masyarakat melalui dicemooh, diasingkan maupun bentuk sanksi moral yang lain. Dan contoh-contoh kasus asusila diatas masih banyak terjadi dikalangan para elit bangsa saat ini.
Yang menjadi permasalahannya adalah apakah substansi dari UU Pornografi tersebut dapat meningkatkan moralitas bangsa atau hanya akan dijadikan tameng atau alat oleh kelompok tertentu kita untuk suatu kepentingan maupun motif tertentu ?.
Didalam melihat keberhasilan UU ini ada 2 hal yang perlu kita perhatikan :
Pertama : Sisi kriminalitas atau kejahatan publiknya. Jikalau ada individu maupun suatu kelompok masyarakat yang melakukan suatu perbuatan yang menyimpang khususnya yang melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat tentunya UU Pornografi ini menjadi senjata ampuh untuk menghukum pelaku pornografi tersebut karena memang perbuatan tersebut dapat merusak mental maupun menghancurkan moralitas bangsa ini yang dikenal dengan masyarakatnya yang berbudaya dan religius ini Kedua : Intervensi Kehidupan Bermasyarakat. Jikalau pelaksanaan teknis UU pornografi ini mengalami benturan ditengah-tengah masyarakat tentunya dapat menimbulkan konflik horizontal yang akhir-akhirnya dapat menciptakan masalah sosial yang baru. Seperti yang kita lihat pada masyarakat Bali yang melakukan sikap reaksioner dengan melakukan protes keras melalui Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan ketua DPRD Bali Ida Bagus Putu Wesnawa (Analisa,31/10) atas disahkannya RUU ini menjadi UU karena memang UU Pornografi ini tidak sesuai dengan nilai sosiologis maupun nilai filosofis masyarakat Bali. Masyarakat Bali juga mengatakan akan melakukan pembangkangan sipil apabila pemerintah pusat memaksakan UU ini diterapkan di Propinsi Bali. Yang kita inginkan dari permasalahan ini adalah tidak terjadinya gerakan separatis untuk memisahkan diri dari NKRI yang kita cintai ini dan munculnya milisi-milisi sipil yang mengkangkangi konstitusi dan hak warga negara dengan berkedokkan penegakan moralitas bangsa. Apabila UU Pornografi ini menjadi bumerang bagi persatuan dan kesatuan bangsa ini tentunya tidak bisa kita pungkiri akan menambah perbendaharaan masalah bangsa yang baru disamping kemiskinan, penganguran, kasus korupsi dan ketidakadilan yang belum terselesaikan.
Diera kekinian ini, permasalahan moralitas yang menyangkut pornografi tidak dapat kita atasi hanya dengan membuat sebuah UU saja tetapi lebih kepada melakukan penyadaran-penyadaran sosial ditengah-tengah masyarakat ini. Salah satu faktor yang sangat berperan aktif adalah dari faktor keluarga. Sudah sepantasnya keluarga mengajarkan maupun mendidik anak-anak sejak dini sebagai generasi penerus bangsa untuk menjadi anak yang bermoral dan berakhlak dengan membuka cakrawala berpikir terhadap bahaya informasi negative yang dapat memancing seseorang melakukan perbuatan asusila. Internet, Siaran TV ,buku, majalah yang berbau porno maupun komunikasi elektronik dan barang cetakan lainnya adalah media informasi yang dapat memberikan layanan pornografi. Efek negatif dari pengaruh media informasi tersebut adalah dapat membuat efek psikologis untuk melakukan perbuatan asusila seperti pencabulan, pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Disamping itu Lembaga pendidikan, Lembaga Sosial maupun Lembaga keagamaan sudah sepantasnya berperan aktif dalam melakukan pendidikan moral guna mendidik bangsa ini menjadi bangsa yang bermoral dan berakhlak tinggi. Kita tidak ingin bangsa yang menganut beraneka ragam agama dan kepercayaan yang mengajarkan moralitas ini terdapat banyak kasus-kasus asusila yang sangat memprihatinkan
Dalam mewujudkan UU Pornografi ini tentunya diperlukan kerja sama dari semua pihak. Memang tidak bisa kita pungkiri dalam pembuatan UU ini ada terjadi proses politik didalamnya, tetapi hendaknyalah UU ini tidak mengandung motif politik tertentu khususnya menjelang Pemilu 2009 ini dan tidak menjadi strategi kotor bagi para wakil rakyat kita yang duduk di Senayan untuk mengalihkan isu untuk menutupi kinerja DPR yang belum pro rakyat dan terkesan DPR seolah-olah memperjuangkan moralitas bangsa yang akhir-akhir ini marak terjadi perbuatan asusila khususnya dikalangan wakil rakyat kita. Oleh karena itu Lembaga eksekutif dan Lembaga legislatif harus mensosialisasikan UU ini sampai keakar-akarnya kepada masyarakat agar tidak menimbulkan polemik maupun gejolak yang ujung-ujungnya dapat menciptakan disintegrasi bangsa yang dikenal bangsa yang memiliki pluralisasi suku, budaya, adat-istiadat maupun agama dan kepercayaan ini. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar di era demokrasi ini. Jikalau ada yang keberatan terhadap UU ini, hendaknyalah ditempuh melalui jalur konstitusi-Judical Review-yang berlaku ditanah air. Satu hal yang pasti ketika sebuah undang-undang dibuat tentunya tujuan utamanya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Kita tidak ingin UU Pornografi ini dibuat justru membuat rakyat semakin menderita. Oleh karena itu mari kita lihat apakah UU Pornografi ini dapat meningkatkan moralitas bangsa yang ujung-ujungnya untuk kesejahteraan rakyat atau justru sebaliknya.Semoga !!

Penulis adalah Komisaris GmnI Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2008-2009.
Aktivis IMAS -USU

Kamis, 07 Mei 2009

Pemilu 2009 : Harapan Baru atau Bencana Politik ?


Pemilu 2009 : Harapan Baru atau Bencana Politik ?
Pemateri
Frofidierman Sonik Purba S.Si

Tahun 2009 adalah momentum yang penting bagi bangsa ini. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2009 ini bangsa ini akan merayakan hajatan politik yakni pemilihan umum (pemilu) yang akan memberikan warna baru bagi perjalanan bangsa untuk untuk 5 tahun kedepan. Pemilihan umum yang dibagi dalam dua kategori yakni pemilhan legislative (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) adalah amanah konstitusi yang harus segera diselenggarkan. Sebanyak 174.410.453 jiwa yang meliputi 77 dapil untuk DPR Pusat, DPRD Provinsi 217 dan DPRD Kabupaten/kota sebanyak 1.847 dimana jumlah partai politik (pemilu 2009) peserta pemilu 2009 yang berjumlah 38 parpol Nasional serta enam partai lokal Aceh untuk Nanggroe Aceh Darussalam akan “turun gunung” dalam memberikan hak konstitusinya dalam pemilihan legislative dan khusus untuk sumatera utara terdapat 9.180.973 orang yang tersebar di 28 kabupaten/kota untuk memilih DPRD Provinsi yang meliputi 11 dapil dengan jumlah kursi yang diperebutkan sebanyak 100 kursi (Kompas,2008). Apapun hasil pada pemilihan legislative pada tanggal 9 April 2009 ini akan memberikan andil yang sangat penting dalam melanjutkan agenda demokrasi bagian kedua yakni pemilihan presiden yang akan diselenggarakan pada tanggal 6 Juli 2009 karena sesuai dengan UU Pemilu No 10 Tahun 2008 dan diperkuat dengan putusan mahkamah konstitusi bahwa syarat suatu partai maupun koalisi partai dalam pengajuan calon presiden maupun wakil presiden harus memenuhi 25 % kursi DPR Pusat dan 20 % suara sah nasional.
Konsep pembagian kekuasaan berdasarkan Trias Politika yang digagas Montesqieue dimana kekuasaan dalam suatu pemerintahan/Negara dibagi atas 3 bahagian yakni eksekutif, legislative dan judikatif masih dianut bangsa ini sampai saat ini. Pemilihan eksekutif dan legislative diserahkan kepada kedaulatan rakyat yang tertuang dalam UUD 1045 yang dalam proses politiknya mengalami metamorfosis perkembangan yang cukup signifikan yakni dari metode perwakilan sampai pemilihan langsung. Metode pemilihan langsung yang kita anut pada pemilu 2004 dan 2009 ini telah menunjukkan bahwa suara rakyatlah yang menentukan siapa yang akan terpilih sehingga santer kita dengar suara rakyat adalah suara Tuhan. Dalam model pemilihan langsung ini jelaslah bahwa siapa yang dekat ke rakyat dan mampu menarik simpati rakyat maka dialah pemenang dari “permainan politik” ini.
Rakyat, Bijaksanalah !!
Kita tentunya tidak mengharapkan para kandidat yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para kandidat dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para kandidat menjelma sebagai “dermawan” dadakan dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik kedermawanannya ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para kandidat yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka. Disinilah peran rakyat sebagai konstituen pemilu harus arif dan bijaksana sebelum membuat pilihan. Memang dalam membuat tolok ukur dalam menganalisa visi misi maupun janji-janji manis para kandidat mana yang mengandung nilai kebenarannya adalah susah sekali. Hal ini disebabkan karena kebanyakan visi misi/janji-janji mereka hanya dijadikan alat komunikasi politik untuk menarik simpati rakyat saja tetapi dalam implementasinya ketika terpilih tidak menjadi permasalahan hukum apabila tidak dijalankan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar visi misi para kandidat tidak menjadi media pembohongan publik :
Pertama : Mempelajari track record sosok kandidat. Sebagai konstituen dalam pemilu ini sudah sepantasnya rakyat harus mengetahui sosok kandidat yang akan mereka pilih. Rakyat harus mengetahui bagaimana pendidikannya, sepak terjangnya, kesehatan, keadaan psikologi bahkan permasalahan yang lebih intim seperti keluarga. Kita tidak ingin kandidat yang kita pilih mempunyai masalah keluarga. Bagimana mungkin dia akan mensejahterakan rakyat sedangkan keluarganya tidak bisa jadi teladan ditengah-tengah masyarakat atau bagaimana mungkin dia akan membicarakan peningkatan kesehatan rakyat sedangkan dia saja mempunyai masalah kesehatan. Kesemuanya itu menjadi faktor yang mempengaruhi ketika membicarakan implementasi visi misinya.
Kedua : Pembuatan regulasi visi misi. Sudah sepantasnya regulasi terhadap visi misi para kandidat pada pemilu nanti dibuat dalam bentuk undang-undang khusus. Kita tidak menginginkan visi misi setiap calon selama ini hanya dijadikan media pembohongan publik. Jadi, setiap kandidat yang terpilih nanti maka visi misi yang diucapkan disetiap kampanyenya langsung menjadi undang-undang khusus yang apabila tidak dijalankan akan dikenakan sanksi secara hukum. Pembohongan publik yang dia buat melalui visi misinya sama saja dengan penghianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Optimisme VS Pesimisme
Pada pemilu 2009 ini kita tidak bisa memungkiri bahwa masyarakat yang optimisme dan masyarakat yang pesimisme terhadap pemilu 2009 ini akan memberikan dampak yang besar terhadap hasil pemilu 2009 ini. Masyarakat yang optimisme tentunya melihat adanya harapan baru dari pemilu 2009 nanti dengan memberikan partisipasi politiknya sedangkan masyarakat yang pesimisme melihat bahwa tidak ada harapan baru dalam pemilu nanti karena mereka berkaca dari hasil-hasil pemilu sebelumnya yang tidak memberikan harapan menuju kesejahteraan rakyat.
Dalam melihat pesimisme terhadap penyelenggaraan pemilu ada 3 permasalahan yang selalu muncul dalam setiap hajatan politik yang satu ini yakni logistik, DPT dan Golput
Ada 5 alasan terjadinya golput
1. Kesalahan Teknis yakni dalam hal kesalahan pendataan sehingga banyak yang tidak terdaftar dalam DPT
2. Kesalahan tata cara pemilihan. Pada pemilu 2009 ini metode pemilihan dilakukan dengan cara mencontreng sehingga banyak masyarakat akan bingung karena telah terbiasa dengan budaya mencoblos
3. Alasan Politik yakni tidak simpatik terhadap kandidat yang dipilih
4. Alasan Pragmatis-Individualis yakni melihat dari sisi untung ruginya
5. Karena factor ideologis politik yakni tidak percaya pada mekanisme demokrasi akibat adanya fundamentalisme agama dan perbedaan ideologi politik
Suara Terbanyak Proses Pendewasaan Demokrasi Tanah Air
Dengan adanya UU Pemilu yang baru dan diperkuat dengan putusann Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislatif dan batas 2O% kursi partai di DPR dan 25% suara partai secara nasional bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (ongkos politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para elit politik yang maju sebagai kandidat dan partai yang mengusungnya terhadap konstituennyalah akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Jadi, para kandidat yang bahkan sebelum perhelatan kampanye dilakukan telah melakukan pendekatan ke rakyat melalui aksi-aksi sosial yang riil akan lebih dikenal masyarakat dibandingkan para kandidat yang mengandalkan tebar pesona gambar. Kalau kita melihat pada pemilihan legislatif tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan karena nomor urut memang berperan penting untuk menentukan siapa yang duduk sebagai calon legislator. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Dengan dikeluarkannya regulasi baru tentang pelaksanaan pemilu maka kompetisi atau persaingan yang ketat antar calon maupun partai akan menghiasi peta perpolitikan tanah air. Bisa saja kandidat yang bernomor urut 10 akan mengalahkan kandidat bernomor 1 sehingga para kandidat yang selama ini memiliki nomor urut jadi tidak bisa lagi berpangku tangan dan menunggu mukjizat tetapi harus ekstra kerja keras dalam meraih simpati rakyat
Putra-putri Simalungun Menuju Kursi Legislatif
Hajatan politik yang akan kita rayakan ini pun sangat terasa dalam masyarakat Simalungun. Sebanyak 552.043 orang yang terdaftar sebagai DPT menyebar di 31 kecamatan terbagi 5 Daerah Pemilihan (Dapem) masing-masing Dapem I terdiri dari Kecamatan Siantar, Gunung Malela, Gunung Maligas, Tapian Dolok, Dolok Batu Naggar dan Pamatang Bandar.
Dapem II terdiri dari Kecamatan Bandar, Bandar Masilam, Bandar Huluan, Bosar Maligas dan Ujung Padang. Dapem III terdiri dari Kecamatan Tanah Jawa, Hatonduhan, Hutabayu Raja dan Jawa Maraja Bah Jambi.
Dapem IV terdiri dari Kecamatan Sidamanik, Pamatang Sidamanik, Dolok Pardamean, Girsang Sipanganbolon, Dolok Panribuan dan Jorlang Hataran. Dapem V terdiri dari Kecamatan Pane, Panombeian Pane, Raya, Purba, Silimakuta, Pamatang Silimahuta, Dolok Silou, Silou Kahean dan Raya Kahean.
Jumlah suara tersebut akan diperebutkan para Caleg yang terdaftar sebanyak 900 orang untuk mengisi 45 kursi DPRD Simalungun. Berdasarkan pembagian Dapem untuk mengisi kursi DPRD tersebut yaitu Dapem I. 12 orang, Dapem II. 11 orang, Dapem III. 6 orang, Dapem IV. 6 orang dan Dapem V. 10 orang. ( Harian SIB 2008)
Kita lihat bagaimana putra-putri Simalungun berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figure harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Simalungun. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dari masyarakat Simalungun tidak mengerti permasalahan yang terjadi di Simalungun tetapi harus mempunyai politik will dalam membangun Simalungun. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat Simalungun sebagai konstituen politik melihat track record si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dalam membangun Simalungun. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya sama saja dengan menjual bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sengketa Pemilu Stimulus Bencana Politik Tanah Air
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Jikalau ada ditemukan penyimpangan dalam proses politik ini hendaknya diselesaikan melalui jalur konstitusi yang berlaku sehingga bencana politik berupa krisis politik tidak terjadi di bumi pertiwi ini karena dengan terjadinya krisis politik akan mempengaruhi aspek ekonomi, social budaya bahkan integritas bangsa. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para kandidat dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Membangun Simalungun bukan harus menjadi Anggota Legislatif atau menjadi Bupati. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun simalungun ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record se calon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Jadi, selamat menggunakan hati nuraninya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa. Horas
Penulis adalah kordinator divisi Infokom IMAS-USU periode 2004-2005

Dipresentasikan pada diskusi ilmiah Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara (IMAS-USU) pada tanggal 3 April 2009 di Sekretariat IMAS USU Kota Medan.

Sabtu, 21 Maret 2009

Meredam Kekerasan Dengan Cinta


Meredam Kekerasan Dengan Cinta
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Ditengah-tengah perjuangan bangsa untuk keluar dari keterbelakangan dan keterburukan, bangsa ini kembali harus diperhadapkan pada permasalahan sosial yang baru yakni maraknya kekerasan yang terjadi di masyarakat. Pelaku kekerasan yang terjadi tidak mengenal usia. Ada yang terjadi dikalangan orang tua seperti kekerasan dalam rumah tangga( KDRT) maupun dikalangan anak-anak seperti terjadinya tawuran antar sekolah yang seakan-akan anak bangsa tidak lagi memiliki moral.
Permasalahan kemiskinan yang semakin memprihatinkan sebagai konsekunsi logis dampak krisis global dapat menjadi salah satu akar dari makin maraknya kekerasan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Angka Pengangguran yang dari hari ke hari berkembang secara signifikan menyebabkan masyarakat akan mengambil jalan pintas yakni dengan kekerasan untuk mempereoleh sesuap nasi. Belum lagi karena diskriminasi kelas antara si kaya dan si miskin menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial sehingga menstimulus terciptanya aksi kekerasan.
Apapun akar dari permasalahan kekerasan itu, satu hal yang pasti hendaknyalah nilai-nilai moralitas harus kita junjung tinggi. Kita harus mampu dan mau untuk belajar mencintai sesama kita. Kalau kita pada posisi yang kaya secara materi hendaknyalah jangan sombong dan bersedia membantu orang yang miskin secara materi keluar dari kemiskinan misalnya melalui bantuan dana untuk membuka usaha. Ibaratnya kalau kita memiliki dua buah baju hendaknyalah kita memberikan satu kepada yang tidak memiliki baju. Disamping itu kalau kita berada pada posisi miskin secara materi hendaknyalah budaya iri hati terhadap orang yang kaya secara materi harus kita singkirkan jauh dari sanubari kita dengan berusaha untuk bangkit dan bekerja keras dalam melawan kemiskinan. Andrie Wongso, motivator No.1 di Indonesia pernah berkata sukses dan kaya secara materi adalah hak siapa saja bagi orang yang mau berusaha keras untuk mewujudkannya.
Sudah saatnya aksi kekerasan yang mulai membudaya ini kita berantas secara bersama-sama. Salah satu factor yang sangat berperan adalah keluarga yang harus mengajarkan sejak dini nilai-nilai moralitas sehingga generasi tua maupun generasi muda dapat belajar mencintai sesama manusia. Disamping itu pemerintah melalui lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan harus mampu mengajarkan pendidikan akhlak maupun moral kepada masyarakatnya. Alangkah ironisnya apabila bangsa yang dikenal religius ini ternyata aksi kekerasan marak terjadi. Oleh karena itu mari kita hancurkan budaya kekerasan dengan menaburkan benih-benih cinta diantara sesama kita. Jadi selamat mencintai sesama manusia.

Senin, 09 Maret 2009

Benarkah Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan ?


Benarkah Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan ?
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Tulisan ini ini terinspirasi ketika penulis membaca salah satu slogan tentang pemilu yang mengajak masyarakat agar tidak golput pada pemilu 9 April 2009 nanti. Slogan itu juga mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan.
Satu sisi pesan moral yang disampaikan melalui slogan pemilu tersebut ada benarnya karena menyadarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu 9 April 2009 yang akan kita rayakan nanti dengan harapan angka golput dapat diminimalisir. Sebaliknya ketika suara rakyat telah mengantarkan para elit politik untuk duduk sebagai wakil rakyat maupun pemimpin bangsa tetapi suara rakyat dikebiri untuk kepentingan pribadi maupun kelompok bukankah slogan yang menyatakan suara rakyat adalah suara Tuhan patut dipertanyakan?. Alangkah terkutuknya apabila para elit politik yang bertarung pada pemilu 2009 ini berani memperjualbelikan suara Tuhan (money politic) ketika mengkampanyekan dirinya dan setelah menjabat, suara Tuhan tersebut diganti dengan perbuatan korupsi yang menyebabkan rakyat semakin menderita kemiskinan. Bukankah suara Tuhan menginginkan para elit politik untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat?. Bukankah suara Tuhan yang dimanifestasikan dalam hak-hak konstitusi rakyat dalam UUD 1945 mengatakan hak rakyat jelata dan hak para elit politik sama derajatnya di bumi pertiwi yang kita cintai ini yakni hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan beradab ?. Bukankah ketika para elit politik melakukan kampanye dengan mengumbar janji manis tetapi setelah terpilih malah melakukan pembohongan publik dapat dikatakan kejahatan liar biasa layaknya seorang teroris karena sama-sama merugikan masyarakat ?. Disinilah diperlukan intropeksi diri para elit politik untuk berkaca pada dirinya sendiri seraya merenungkan apakah ketika dia memutuskan untuk mencalonkan diri baik sebagai calon legislative maupun calon presiden / calon wakil presiden telah siap mengemban suara rakyat yang juga dinamakan suara Tuhan ini.
Tahun 2009 ini adalah momentum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena bangsa ini akan melangsungkan pesta demokrasi yakni pemilihan umum (Pemilu) legislatif baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres/pilwapres). Siapapun yang akan terpilih dalam rentetan proses politik tersebut akan mempengaruhi perjalanan bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Kita tentunya tidak mengharapkan para elit politik yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para elit politik dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para elit politik menjelma sebagai “dermawan dadakan” dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik “kedermawanannya” ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para elit politik yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana yang telah habis selama kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka.
Setelah merenungkan pesan moral yang disampaikan dalam slogan pemilu tersebut, penulis berharap agar siapapun para elit politik yang membaca slogan pemilu ini dapat terusik hatinya agar benar-benar tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan nasib rakyat yang hari ke hari semakin memprihatinkan. Jabatan politik yang diraih hendaknya tidak dijadikan alat maupun profesi pekerjaan belaka untuk memperkaya diri maupun kelompok tertentu tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kepentingan rakyat harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan karena apapun perbuatan yang kita lakukan pertanggungjawabannya adalah di akhirat nanti.
Politik Kualitas Menuju Kemajuan Bangsa
Dengan adanya UU Pemilu yang baru dan diperkuat dengan putusann Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislatif dan batas 2O% kursi partai di DPR dan 25% suara partai secara nasional bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (ongkos politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para elit politik yang maju sebagai kandidat dan partai yang mengusungnya terhadap konstituennyalah akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Jadi, para kandidat yang bahkan sebelum perhelatan kampanye dilakukan telah melakukan pendekatan ke rakyat melalui aksi-aksi sosial yang riil akan lebih dikenal masyarakat dibandingkan para kandidat yang mengandalkan tebar pesona gambar. Kalau kita melihat pada pemilihan legislatif tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan karena nomor urut memang berperan penting untuk menentukan siapa yang duduk sebagai calon legislator. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Dengan dikeluarkannya regulasi baru tentang pelaksanaan pemilu maka kompetisi atau persaingan yang ketat antar calon maupun partai akan menghiasi peta perpolitikan tanah air. Bisa saja kandidat yang bernomor urut 10 akan mengalahkan kandidat bernomor 1 sehingga para kandidat yang selama ini memiliki nomor urut jadi tidak bisa lagi berpangku tangan dan menunggu mukjizat tetapi harus ekstra kerja keras dalam meraih simpati rakyat
Penulis berharap kepada masyarakat Indonesia agar bijaksana dalam menentukan pilihannya. Kita lihat bagaimana para elit politik baik yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik maupun para elit politik dadakan berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figur harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Indonesia. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dalam pemilu nanti tidak mengerti tentang permasalahan kebangsaan tetapi harus mempunyai politik will maupun kemauan dalam membangun negeri ini. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat sebagai konstituen politik melihat track record ( sepak terjang ) si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dan berkualitas dalam membangun bangsa ini. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani maupun suara kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya maupun suaranya sama saja dengan menjual suara Tuhan dan bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para elit poltik yang bertarung pada pemilu nanti dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Bukankah para elit politik harus menghormati suara rakyat karena dengan menghormati suara rakyat sama saja dengan menghormati suara Tuhan. Membangun Indonesia bukan harus menjadi anggota legislatif atau menjadi presiden/wakil presiden saja. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun negeri ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record (sepak terjang) sicalon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Mari kita berikan suara kita bagi kandidat yang benar-benar mampu mengemban amanah rakyat dan mampu mengeluarkan negeri ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan
Jadi, selamat menggunakan hati nurani dan suaranya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa.

Pengalaman Organisasi dan Seminar


Pengalaman Organisasi dan Seminar
Frofidierman Sonik Purba
Alamat e-mail dan Alamat Friendster : frofidiermanpurba@yahoo.com
Nama Blogger : Frofidierman Sonik Purba
Pengalaman Organisasi
1. Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kimia FMIPA USU Periode 2005-2006
2. Ketua Umum Kelompok Aspirasi Mahasiswa FAjAR ( KAM FAjAR ) Universitas Sumatera Utara Periode 2005-2006
3. Sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI )Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2005-2006
4. Kordinator Divisi Infokom Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara ( IMAS-USU ) Periode 2004-2005
5. Komisaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI ) Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2008-2009
Seminar Yang Pernah Diikuti
1. Seminar “ Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Antara Polemik dan Solusi “ yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik (IMAJIP) FISIP USU pada tanggal 21 April 2005 di Laboratorium Pariwisata Universitas Sumatera Utara Medan
2. Seminar “ Pengolahan Pulp pada Industri PT.Toba Pulp Lestrai Tbk “ yang diselenggarakan oleh Panitia Kunjungan Industri Ikatan Mahasiswa Kimia (IMK) FMIPA USU pada tanggal 1 Juni 2006 di Porsea Kabupaten Toba Samosir
3. Seminar “ Status Industri Minyak Kelapa Sawit dan Produk Hilir di Malaysia” dengan Keynote Speaker Prof. Datin Dr. Zuriati Zakaria dari University Kebangsaan Malaysia (UKM) yang diselenggarakan oleh Technological And Professional Skills Development Sector Project (ADB LOAN No. 1792 – INO) Departemen Kimia FMIPA – USU
4. Seminar Hukum “ Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Di Propinsi Sumatera Utara (Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah ) yang diselenggarkan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI ) Komisariat Fakultas Hukum USU Pada tanggal 13 Mei 2006 di Royal Room Hotel Danau Toba International Medan
5. Seminar "Traning Anti Korupsi" yang diselenggarakan oleh Simalungun Corruption Watch (SCW)di hotel Parbina Pematang Siantar pada tanggal 21-23 April 2003
6. Seminar " Bahaya Narkoba dan HIV/AIDS" yang diselenggarakan oleh dinas kesehatan kab.Simalungun bekerja dengan Kapolres Simalungun pada tanggal 5 Maret 2002 di Aula SMU PLUS Pem.Raya
7. Seminar " Program Ikatan Mahasiswa Sosial Demokrat-USU" yang dilaksanakan oleh partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) di sekretariat DPD PBSD Kotamadya Medan pada tanggal 13 Maret 2003
8. Seminar "Motivation and Entrepreneurship" yang dilaksanakan oleh Campus Comunity Telkomsel pada tanggal 20 November 2008 di Pardede Hall Medan.
9. Seminar " Peran Pemuda Kristen Dalam Menyikapi Persoalan Bangsa " yang dilaksanakan oleh Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial (KDAS)pada tanggal 8 November 2008 di Gedung Sola Gratia Medan.

Jumat, 06 Maret 2009

Gadis Diantara Waktu


Gadis Diantara Waktu


Waktu Kembali Bersenandung
Mencari Jawaban Atas Sebuah Bisikan Hati
Waktu Kembali Menguji
Kekuatan Hati Diantara Bayang-Bayang Semu
Kapan dan Dimana ?

Waktu Kembali Merindu
Akan Pancaran Seorang Gadis
Gadis Yang Telah Memberikan Secercak Warna
Gadis Yang Melalui Suaranya Memberikan Inspirasi
Gadis Yang Dalam Ketulusan Kata-Katanya Memberikan Nilai
Akh…Ilusikah ini Atau Perjuangan Untuk Menemukannya ?

Waktu Adakah Kesempatan?
Merangkul Bayangan Ini
Bercengkrama Diantara Suka dan Duka

Gadis Dengarkanlah Rindu ini Diantara Detak Jantung Angin Kehidupan
Gadis Bisikkan Sepenggal Kata Diantara Pesona Matahari dan Bintang
Biarkan Penghuni Semesta Berkata : Inilah Saatnya

Gadis
Tau Nggak Siapa Gadis Itu ?
Pergilah Kedepan Kaca
Maka Kamu Akan Menemukannya Disana

Created By : Frofidierman Sonik Purba Dalam Pencarian

Kamis, 05 Maret 2009

Perempuan, Begitu Misteriuskah ?


Perempuan, Begitu Misteriuskah ?
Oleh:
Frofidierman Sonik Purba

Berbicara masalah perempuan, maka kita langsung teringat tentang permasalahan emansipasi, hasrat, lesbian, dan feminimisme yang mengundang logika yang cukup a lot untuk membicarakannya.
Banyak kata-kata yang dapat menunjukkan identitas seorang perempuan seperti gadis, ibu, nenek dll yang pemakaiannya tergantung fungsi dan kondisi. Gadis biasanya menunjukkan perempuan baik perawan maupun yang sudah tidak perawan lagi asalkan belum menjalin ikatan pernikahan. Ibu menunjukkan perempuan yang sudah berumah tangga dan sudah punya anak sedangkan nenek menunjukkan perempuan yang sudah lanjut usia dan sudah punya cucu.
Dalam membongkar dan menggambarkan kemisteriusan dan rahasia perempuan banyak kita temukan dalam bentuk puisi, novel, lukisan, lagu maupun dalam bentuk karya sastra yang lain. Ada yang bersifat imajiner maupun bersifat nyata. Penulis pernah membaca sebuah puisi yang sangat menyentuh sekali yang latar belakang pembuatannya diakibatkan kekecewaan terhadap seorang perempuan ( baca:kekasih) yang telah menyakiti hati si pembuat puisi sampai-sampai si pembuat puisi mengalami depresi berat. Tapi, itulah kehebatan dan kelemahan perempuan yang menyimpan sejuta kemisteriusan akan cinta, kelembutan, derita maupun kemunafikan.
Perempuan yang dalam tulisan ini hanya dibatasi pada kelas kekasih mengundang protes dan pandangan argumentatif apabila kaum Adam mengkelompokkannya sebagai manusia kelas kedua. Sejarah bisa mencatat bagaimana pahlawan-pahlawan perempuan Indonesia seperti Raden Ajeng Kartini protes terhadap kehidupan, peradaban dan masa kejayaan kelaki-lakian. Gerakan emansipasi persamaan gender yang digagasnya menuntut laki-laki dan perempuan sama kelas dan haknya. Yang membedakannya hanya dari segi hasrat dan alat-alat biologis. Diera zaman Raden Ajeng Kartini ini, perempuan hanya dijadikan boneka hiburan laki-laki. Pekerjaan dan ruang gerak perempuan hanya dibatasi pada masalah dapur rumah tangga dan masalah ranjang panas saja.
Kembali ke batasan perempuan sebagai kekasih maka kita sering mengilustrasikan prempuan itu seperti bunga ditepi jurang yang harus dihinggapi dan madunya dihisap kumbang sebagai laki-laki. Ada juga yang mengibaratkan perempuan seperti ikan dimana untuk mendapatkannya pemancing (baca:laki-laki) awalnya harus rela berkorban untuk membeli umpan dan pancingan yang terbaik demi meraih ikan yang diinginkan. Setelah ikannya (baca:perempuan) tertangkap maka urusan keeksistensian atau keberadaan ikan tersebut terserah pemancing mau diapakan. Ada yang memeliharanya dengan baik agar dapat berproduksi lagi. Ada yang menggorengnya untuk keperluan perut. Ada yang menjualnya bahkan ada juga yang mencampakkannya karena hanya dijadikan hiburan saja. Kalau kita berasumsi secara logika terbalik maukah atau bisakah perempuan dikategorikan kumbang atau pemancing dan laki-laki yang menjadi bunga dan ikannya seperti ilustrasi diatas ?.
Apapun ilustrasi, pemikiran, gerakan akan suatu legitimasi dan eksistensi perempuan satu hal yang pasti persoalan keindahan dan kebahagiaan hidup kaum Adam tidak akan berjalan secara harmoni tanpa sentuhan dan perhatian kaum Hawa. Pertama : Alangkah indahnya kalau pergulatan cinta terjadi diantara kaum Adam dan kaum Hawa. Kita bisa lihat dalam proses membuat cinta menjadi komunikasi dan komunikasi menjadi hubungan yang bahasa gaulnya dinamakan tahap PDKT dimana pihak laki-laki dituntut harus lebih bersabar dan mau berkorban lebih banyak demi meraih “hadiah” dari perempuan yakni cinta dan aroma tubuhnya bahkan bisa juga mendapat “hadiah grandprise” yakni sex. Kedua : Kita tidak bisa membayangkan betapa dahsyatnya dan nikmatnya apabila pertarungan hasrat terjadi diatas ranjang panas antara kaum Adam dan kaum Hawa dengan tidak menafikan pertarungan hasrat antara sejenis seperti kelompok GAY dan Kelompok Lesbian. Menang dan kalah tidak jadi permasalahan asalkan keduanya sama-sama memiliki jiwa ksatria dan merasakan secara bersama-sama kepuasan tingkat tinggi yang satu ini.
Kesimpulan
Ada dua kemisteriusan perempuan yang harus dihancurkan demi menjebol hatinya yakni pertama : perempuan jangan dibuat merasa istimewa dan spesial dimata laki-laki. Penulis sering mengalami kejadian apabila perempuan terlalu sering disanjung dan diistimewakan pihak laki-laki maka akan menaikkan nilai bargainingnya (nilai jualnya) sehingga perempuan tersebut akan bersifat over selektif (terlalu memilih) terhadap para lelaki yang memburunya. Kita sering lihat bagaimana segerombolan lelaki yang secara beramai-ramai mendekati perempuan, memujinya dan mengeluarkan jurus gombalan paling dahsyat yang sering disimbolkan dengan ungkapan: pssst…stttt cewek, mana dek, Kamu cantik kali dek sehingga membuat segerombolan lelaki tersebut bagai mahluk hidup yang paling murah persisnya laki-laki murahan. Akibatnya sampai perempuan akan berkata didepan kaca” Aku cantik juga ya. Banyak yang mengidolakan aku. Ah…Aku jual mahal aja deh dan harus selektif.Mmm..mmm Enaknya jadi perempuan”.
Kedua : Laki-laki harus menaikkan nilai jualnya.
Di era budaya ketimuran yang kita miliki ada suatau doktrin percintaan yang menyatakan harus laki-laki yang lebih dulu mengalah untuk mengungkapka perasaannya. Contoh kasusnya seperti ketika pada tahap PDKT Laki-laki dituntut lebih agresif dalam memberikan perhatian dan lebih sabar dalam menghadapi tingkah laku perempuan sehingga membuat pihak perempuan merasa manja dan istimewa. Budaya ini harus direvolusi kalau perempuan menginginkan kesamaan gender dalam segala bidang baik bidang politik, ekonomi, social budaya maupun dalam urusan perasaan bahkan sex.
Sudah saatnya laki-laki juga menuntut hak kepada perempuan agar mau untuk mengungkapkan perasaannya lebih dahulu kepada laki-laki dan tidak menunggu kejantanan laki-laki untuk memulai cerita cinta. Perempuan jangan munafik dan melakukan apologia (pembenaran) budaya agar laki-laki yang lebih dulu mengungkapkan perasaaanya. Kalau perempuan lebih dahulu jatuh cinta kepada laki-laki, perempuan harus berani PDKT kepada laki-laki. Ungkapkan aja dan jangan takut harga dirinya jatuh dimata laki-laki sehingga balance (keseimbangan) gender dapat terjadi antara laki-laki dan perempuan dan kemisteriusan perempuan dapat dipecahkan “keperawanannya” menjadi sebuah realita.
Deklarasi Pernyataan Kesamaan Gender Dari Kaum Adam Dari Penjuru Dunia
Wahai….perempuan-perempuan di penjuru dunia
Ungkapkan aja perasaanmu kepada kami lebih dahulu tanpa menunggu kejantanan kami dalam memulai cerita cinta.
Jantanlah dalam mengungkapkan perasaanmu lebih dahulu. Jangan takut harga dirimu rendah dimata kami. Kalau cintamu tulus, kami siap menerimamu.
Wahai…perempuan-perempuan di penjuru dunia
Kami menunggu “Kejantananmu”
Hidup Laki-laki…..!
Hidup Perempuan…!
Hidup Kesamaan Gender…..!

Selasa, 24 Februari 2009

Pemuda Kristen Sebagai Garam dan Terang Bangsa


Pemuda Kristen Sebagai Garam dan Terang Bangsa
( Refleksi Kritis Tentang Kehidupan Pemuda Kristen Diera Kekinian )
Oleh :

FROFIDIERMAN SONIK PURBA

Berbicara tentang sejarah bangsa Indonesia maka tidak akan bisa terlepas dari konteks kepemudaan Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari peran dan fungsi pemuda yang sangat signifikan terhadap perjalanan bangsa ini. Pemuda yang merupakan salah satu elemen kekuatan bangsa telah mampu memberikan warna tersendiri didalam membangun bangsa ini.
Ditiap momentum sejarah bangsa ini, pemuda sering kali menjadi motor penggerak didalam menciptakan suatu perubahan yang progresif-revolusioner untuk mengeluarkan bangsa ini dari kemelaratan politik, sosial maupun kemelaratan moral bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, pemuda sangat berperan sekali didalam membebaskan bangsa ini dari hegemoni penjajah baik yang dilakukan dengan perjuangan secara fisik seperti perang terbuka maupun perjuangan non fisik seperti melaksanakan pendidikan politik rakyat melalui organisasi kepemudaan maupun lobi-lobi internasional untuk memperoleh pengakuan kedaulatan negeri ini. Salah satu karya pemuda-pemuda Indonesia yang sampai sekarang menjadi spirit pemersatu bangsa adalah lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang sangat bersejarah ini sebagai kekuatan baru atau komitmen sakral untuk menyatukan elemen-elemen pemuda yang berasal dari suku, agama maupun ras yang berbeda dari Sabang sampai Merauke didalam cengkaraman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni berbangsa ,berbahasa dan bertanah air satu. Disamping itu, salah satu peristiwa sejarah monumental yang menceritakan peran pemuda adalah ketika Indonesia akan memproklamirkan kemerdekaannya. Ketika pemuda yang dalam sejarah bangsa dinamakan golongan muda telah mengetahui Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada Perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya) tahun 1945, maka mereka pun memaksa Soekarno dan Muhammad Hatta yang dinamakan golongan tua untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dimana pada waktu itu pahlawan proklamator kita itu penuh dengan pertimbangan-pertimbangan untuk mendeklarasikan kemerdekaan bangsa ini, tetapi dengan semangat perjuangan yang berapi-api pemuda pun berhasil meyakinkan The founding father kita itu walaupun dilakukan dengan penculikan tokoh golongan tua tersebut atau yang sering disebut dengan peristiwa Rengasdengklok. Melihat hal tersebut maka dapat kita katakan bahwa pemudalah sebagai aktor intelektual dibalik kemerdekaan bangsa ini.
Diera kekinian ini, dimana masih banyak sekali kita temukan permasalahan-permasalahan bangsa, adakah peran pemuda khususnya pemuda Kristen masih sangat diperlukan untuk melepaskan bangsa ini dari penjajahan kemiskinan, ketidakadilan dan disintegrasi bangsa yang sangat memprihatinkan ?. Kalau pada era sebelum kemerdekaan musuh bangsa ini adalah penjajah seperti Belanda dan Jepang, tetapi diera kekinian musuh kita adalah berasal dari bangsa kita sendiri.
Kondisi realita bangsa saat ini khususnya dikalangan kaum muda Kristen telah mengalami pergeseran pola pikir dan budaya. Banyak dikalangan pemuda Kristen tidak lagi memahami dan menjalankan cita-cita perjuangan para Pahlawan yang telah rela mati demi terciptanya bangsa Indonesia yang merdeka, adil dan, makmur. Banyak pemuda Kristen sekarang yang hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri dan terjebak dalam lingkaran hedonisme semu yang membuat semakin terburuknya kehidupan generasi penerus bangsa. Pemuda Kristen banyak yang terjebak dalam lingkaran penyakit zaman abad 21 ini seperti Narkoba, Judi dan HIV/AIDS yang telah memporakporandakan mental dan karakter kaum muda sebagai insan penerus bangsa.
Menjadi Garam dan Terang Bangsa dengan Prestasi
Delapan puluh tahun sudah Hari Sumpah Pemuda 1928 kita peringati. Adakah momen bersejarah tersebut hanya dijadikan peringatan serimonial saja atau dijadikan bahan refleksi untuk berbuat dan berkarya bagi kemajuan negeri ini. Kalau kita dapat memutar sejarah kembali tentunya kita bisa melihat bahwa tiga butir Sumpah Pemuda 1928 yang dicetuskan para pemuda Indonesia bukanlah rumus kode buntut yang hanya berisi hayalan belaka tetapi spirit kita selaku kaum muda Kristen untuk membangun bangsa dengan prestasi dan menyatukan segala perbedaan didalam kebersamaan. Apapun peran yang sedang kita emban baik sebagai mahasiswa, pengusaha, teknorat, atlet, pemain sepak bola politisi, model , artis, penyanyi maupun petani sekalipun hendaknyalah kita tetap menjungjung tinggi nilai-nilai nasionalisme bangsa dan memberikan prestasi di bidang kita masing-masing untuk kemajuan bangsa ini. Soekarno pernah berkata dengan lantang “ Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia “. Sebagai pemuda Kristen sudah sepantasnyalah kita harus dapat menjadi Garam dan Terang ditengah-tengah bangsa ini. Menjadi garam dan terang bangsa hanya dapat kita buktikan dengan prestasi. Prestasi yang harus kita raih hendaknya mengandung nilai-nilai kebangsaan seperti
Pertama : Berdaya saing
Sebagai pemuda Kristen kita harus mampu bersaing diera globalisasi modern ini. Kita tidak boleh kalah bertarung prestasi baik dari segi Ipteknya, olahraganya atau bahkan kemajuan-kemajuan zaman yang lain.
Kedua : Kemandirian
Kita harus berbenah diri dengan mengandalkan kemandirian yang dapat kita lakukan dengan kewirausahaan. Sumber daya alam kita yang kaya dapat kita jadikan komoditi maupun produk untuk kelangsungan hidup kita dengan tidak hanya mengandalkan pada produk-produk kapitalis. Kita bisa maju dan sukses dari hal-hal yang kecil misalnya menjadi pengusaha keripik ubi atau menjadi pengusaha jamu atau berwirausaha dengan bentuk usaha yang lain asalkan dikremas dengan manajemen yang baik dan keprofesionalan profesi.
Kita tidak boleh malu maupun malas. Kita harus terus belajar dan terus belajar untuk berinovasi secara kreatif diera persaingan global ini.
Ketiga : Berkarakter dan berkebudayaan
Bangsa kita adalah bangsa yang menjungjung tinggi nilai-nilai moralitas. Hal ini harus tetap kita jaga. Keanekaragaman suku, budaya maupun agama hendaknya dapat membentuk kepribadian pemuda yang berkarakter. Kita tidak boleh terkontaminasi dari budaya asing yang negatif yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran kita. Kita lihat bagaimana informasi maupun teknologi yang destruktif dapat membuat anak bangsa jatuh kedalam kehancuran. Satu hal yang pasti, kita sebagai pemuda Kristen harus tetap mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar kiranya kita terlepas dari belenggu penyakit zaman abad 21 seperti Narkoba, Judi dan HIV/AIDS yang sedang mendunia ini.
Kepemimpinan ditengah-tengah Pemuda
Ditengah-tengah permasalahan bangsa yang mengakar ini hendaknyalah kaum muda bersiap dan dipersiapkan untuk memimpin bangsa ini keluar dari keterburukan maupun keterbelakangan. Kita lihat bagaimana Alkitab telah mencatat tokoh-tokoh muda yang telah mampu memimpin bangsa untuk keluar dari ketidakberdayaan. Kita lihat bagaimana Raja Salomo yang walaupun masih muda tetapi terkenal dengan kebijaksanaanya dalam memimpin bangsa Israel sehingga pada waktu itu bangsa Israel menjadi bangsa yang kuat dan disegani bangsa-bangsa lain. Ketokohan dan kepemimpinan Daniel yang terkenal dengan keidealisannya dalam mempertahankan Imannya kepada Tuhan Allah walaupun dia harus dicampakkan ke dalam Gua Singa. Soekarno diusianya yang muda telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia walaupun dia harus ditangkap, diasingkan bahkan dipenjara tetapi semangat dan keberaniannya telah mengalahkan hegemoni kekuasaan penjajah. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh muda yang dapat kita teladani dalam hidup kita untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang berintegritas dan kuat.
Yang menjadi pertanyaan adalah mampukah pemuda Kristen menjadi pemimpin bangsa ini ?.
Untuk menjawab hal tersebut ada beberapa hal yang patut kita perhatikan?
Pertama : Pengalaman. Sering kali kaum muda dikatakan kurang berpengalaman apabila diperhadapkan pada persoalan kepemimpinan. Padahal untuk membangun bangsa ini tidaklah usia hidup yang menjadi tolak ukur tetapi lebih kepada persoalan kemauan, jiwa dan politik will yang baik untuk melepaskan bangsa ini dari keterbelakangan dan keterburukan. Banyak para elit politik dari kaum tua yang telah banyak makan asam garam dipercaturan politik tetapi banyak pula yang terjebak dalam permasalahan hukum. KKN, Penjualan asset negara, Illegal Loging dan bentuk pelanggaran hukum yang lain yang telah dilakukan telah membuat bangsa ini jatuh dalam keterburukan.
Kedua : Perlawanan. Banyak golongan tua yang masih mempertahankan kekuasaan dengan tidak memberikan kepada kaum muda kesempatan untuk memimpin. Seperti kita lihat sekarang banyak golongan tua yang masih mendominasi bursa penCalegan (Calon Legislatif) untuk Pemilu 2009 di tiap-tiap Partai Politik Nasional (Parnas) kita. Banyak kaum tua menganggap kaum muda lemah dalam persoalan kebijaksanaan. Oleh karena itu selaku pemuda Kristen harus arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan bangsa. Kita jangan terjebak kedalam politik praktis kotor yang dapat membuat perpecahan dikalangan pemuda yang ujung-ujungnya dapat menstimulasi maupun menciptakan konflik dan perpecahan ditengah-tengah bumi pertiwi ini. Pemuda Kristen harus mampu menjungjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dengan pemuda-pemuda yang berasal dari suku, ras maupun agama yang berbeda ketika ada perbedaan pendapat dalam hal pengambilan keputusan ditiap aspek kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kita memang beda tetapi bukan untuk dibeda-bedakan.
Ketiga : Ketika kaum muda berkuasa. Kaum muda sering diperhadapkan kepada persoalan kecakapan emosi dan kebijaksanaan ketika akan memimpin bangsa ini. Oleh karena alangkah lebih idealnya apabila jiwa semangat perjuangan kaum muda yang berapi-api dipadukan dengan kebijaksanaan yang dimiliki kaum tua.
Penutup
Secara de jure bangsa kita telah merdeka, tetapi secara de fakto bangsa kita belum merdeka dari penjajahan kemiskinan, ketidakadilan, KKN yang merajalela bahkan disintegrasi bangsa. Di 80 Tahun hari Sumpah Pemuda ini, marilah kita putra-putri pertiwi bangun dan bergerak maju memberikan kado terindah bagi bangsa ini dengan menunjukkan prestasi kita. Karena hanya melalui prestasilah kita dapat mengguncang dunia. Semoga !!!

Penulis adalah Pemuda GKPS. Aktivis GmnI dan IMAS-USU
Alamat : Jln Seruling No 30 b Pasar I Padang Bulan Medan
No HP : 081 260 118 003
e-mail : frofidiermanpurba@yahoo.com
Tulisan ini mendapat Peringkat V pada Lomba Karya Tulis Yang Diadakan Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial (KDAS) Pada Tanggal 8 November 2008

GmnI Komisariat FMIPA USU Menuju Paradigma Baru


GmnI Komisariat FMIPA USU Menuju Paradigma Baru

( Perubahan ditangan Pengurus Komisariat GmnI FMIPA USU Periode 2008-2009 yang baru dilantik oleh DPC GmnI Kota Medan , Akankah ? )


Pada tanggal 26 Juli 2008 Pengurus Komisariat GmnI FMIPA USU periode 2008-2009 telah dilantik oleh Dewan Pimpinan Cabang Kota Medan untuk menjalankan roda keorganisasian satu tahun kedepan. Kepemimpinan GmnI FMIPA USU ini tentunya dihasilkan melalui mekanisme demokrasi yakni Rapat komisariat (Rakom ) sebagai pengejawantahan amanah konstitusi yang harus dijalankan. Didalam melaksanakan proses-proses teknis Rapat Komisariat yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 2008 di Jln.Bioteknologi Kampus FMIPA USU tentunya banyak sekali ditemukan perbedaan-perbedaaan konsep, pendapat maupun pemikiran yang tujuan sebenarnya bagaimana membuat perubahan yang signifikan ditubuh GmnI FMIPA USU ini. Seyogianya kebiasaan dalam setiap pesta demokrasi, Rapat Komisariat GmnI FMIPA USU pun tidak terlepas dalam pertarungan-pertarungan dinamika yang berlangsung cukup a lot.

Jurnal Pelaksanaan Rapat Komisariat ( Rakom ) GmnI FMIPA USU

Berkisar pukul 14.00 WIB, dikampus FMIPA USU melalui pekik perjuangan resmilah Rapat Komisariat dibuka oleh Bung Rivondi sebagai perwakilan dari DPC GmnI Kota medan. Untuk pembahasan Jadwal acara, tata tertib persidangan dan pemilihan pimpinan sidang tetap masih berlangsung cukup kondusif tanpa banyak dihujani dengan interupsi maupun pertanyaan-pertanyaan.
Berkisar pukul 16.00 wib, terpilihlah bung Jhon.L. Simanjuttak dan Bung Paska Erianto Saragih sebagai pimpinan sidang dalam memimpin agenda acara tentang pembahasan laporan pertanggungjawaban pengurus komisariat periode 2007-2008. Pada agenda itu akhirnya LPJ pengurus komisariat GmnI FMIPA USU diterima dengan bulat oleh peserta Rakom.
Berkisar pukul 17.00 wib, dua orang kandidat komisaris yakni bung Frofidierman Sonik Purba dan Bung Jhon.L.Simanjuttak maju dalam memperebutkan pucuk pimpinan tertinggi di komisariat untuk menahkodai GmnI FMIPA USU ini ditengah-tengah tantangan ombak perjuangan yang sedang terjadi.Sebelum mekanisme voting dilakukan kedua kandidat diperbolehkan untuk menjalankan mekanisme lobi apakah ada yang mengalah atau maju terus. Akhirnya kedua kandidat sepakat untuk bersaing maju terus karena kekuatan libido kedua kandidat untuk menjadi pemimpin sangat besar. Berkisar kira-kira 10 menit tahap pemilihan sudah selesai dan akhirnya melalui pemungutan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil akhirnya terpilihlah bung Frofidierman Sonik Purba sebagai komisaris GmnI FMIPA USU ini untuk satu tahun kedepan. Dalam kata sambutannya Bung Frofidierman Sonik Purba menyatakan bahwa kemenangannya dalam memperebutkan pucuk pimpinan di komisariat bukanlah kemenangannya sendiri melainkan kemenangan GmnI Komisariat FMIPA USU secara menyeluruh. Dia juga mengatakan bahwa dia akan menjalankan visi-misinya dalam membuat perubahan di tubuh GmnI Komisariat FMIPA USU kearah yang lebih baik.
Puncak dinamika rapat terjadi ketika Bung Rivondi Brahmana perwakilan DPC GmnI Kota Medan akan memberikan kata sambutan pada acara penutupan Rakom tiba-tiba bung Jhon.L. Simanjuttak melakukan interupsi mempertanyakan eksistensi DPC GmnI Kota Medan dan Sikap politik GmnI Komisariat FMIPA USU. Jhon.L. Simanjuttak berpendapat bahwa GmnI Komisariat FMIPA USU tidak pernah mendukung DPC GmnI Kota Medan hasil Konfercab kemarin. Pada saat bersamaan dia juga mengatakan bahwa tidak pernah GmnI Komisariat FMIPA USU merekomendasikan anggotanya untuk duduk dikepengurusan DPC GmnI Kota Medan tapi kenyataanya sarinah Aidani Harahap ditarik ke DPC dan dia menyatakan bahwa sarinah Aidani Harahap dan DPC GmnI Kota Medan telah mengkangkangi wibawa dan kebijakan politik GmnI komisariat FMIPA USU. Pada saat itu juga bung Jhon.L. Simanjuttak menyatakan agar GmnI Komisariat FMIPA USU menarik sarinah Aidani Harahap dari kepengurusan DPC GmnI Kota Medan atau sarinah Aidani akan direkomendasikan untuk dipecat dari keanggotaan keluarga besar GmnI. Akhirnya suasana Rakom menjadi panas. Sarinah Aidani Harahap pun melakukan protes keras terhadap pernyataan bung Jhon.L. Simanjuttak dengan melakukan perang argumentasi untuk mempertahankan eksistensinya di DPC GmnI Kota Medan. Pada saat bersamaan, sarinah Aidani Harahap pun mempertanyakan kedudukan Jhon.L. Simanjuttak sebagai Menteri di Pemerintahaan Mahasiswa dimana Fritjen Harianja sebagai Presiden Senat mahasiswa USU menurut versi KPU USU. Sarinah Aidani Harahap menyatakan bahwa GmnI FMIPA USU pun tidak pernah merekomendasikan Bung Jhon.L. Simanjuttak untuk duduk sebagai menteri. Dia juga menyatakan kalau dirinya dikenakan sanksi oleh GmnI Komisariat FMIPA USU maka sanksi tersebut harus berlaku juga untuk bung Jhon.L. Simanjuutak. Bung Jhon.L. Simanjuttak pun melakukan pembenaran kalau dirinya direkomendasikan dari organisasi lain jadi tidak menyalahi kebijakan politik GmnI FMIPA USU terhadap Pemira USU. Perlu diketahui bahwa kebijakan politik GmnI komisariat FMIPA USU tidak mendukung Fritjen Harianja Sebagai Presiden Mahasiswa USU versi KPU USU maupun Diki Altriki Sebagai Presiden Mahasiswa Versi MMU. Ketika berita ini dimuat, Pemira USU terjadi konflik dimana Diki Altrika yang memperoleh suara terbanyak pada Pemira USU melakukan kecurangan dan Fritjen Harianja sebagai pemenang nomor dua disahkan oleh KPU USU sebagai Presiden Mahasiswa USU menggantikan posisi Diki Altrika yang kemenangannya memperebutkan kursi kepresidenan didiskualifikasi oleh KPU USU. Pada Pemira USU tersebut, GmnI Sekawasan USU hanya mendukung Bung Hubertus Manao dari GmnI Komisariat Fakultas Hukum sebagai Calon Presma USU. GmnI Komisariat FMIPA USU berpendapat bahwa baik Fritjen Harianja maupun Diki Altrika sama-sama cacat hukum untuk duduk sebagai Presiden Mahasiswa. Yang anehnya ada pernyataan Jhon.L. Simanjuttak yang meminta apakah ada bukti secara tertulis kalau GmnI komisariat FMIPA USU mendukung Bung Hubertus Manao sebagai calon Presiden Mahasiswa USU. Mendengar pernyataan itu, bung Frofidierman Sonik Purba pun mengatakan bahwa kalau secara tertulis memang tidak pernah dikeluarkan oleh pengurus komisariat GmnI FMIPA USU, tetapi bung Frofidierman Sonik Purba mempertanyakan balik bahwa kenapa selama ini ketika GmnI sekawasan USU melakukan rapat untuk memenangkan bung Hubertus Manao bung Jhon.L. Simanjuttak selalu hadir dan tidak pernah mempersoalkan masalah dukungan secara tertulis terhadap bung Hubertus Manao . Dia juga menambahkan kalau bukti secara tertulis untuk mendukung bung Hubertus Manao tidak ada, berarti itu adalah kesalahan pengurus komisariat GmnI FMIPA USU dimana bung Jhon.L. Simanjuttak juga duduk dikepengurusan tepatnya sebagai wakombid bidang kaderisasi periode 2007-2008.
Akhirnya permasalahan sarinah Aidani Harahap maupun Bung Jhon.L. Simanjutak menjalar terhadap anggota GmnI FMIPA USU yang lain yakni bung Paska Erianto Saragih yang kebetulan juga duduk sebagai menterinya Fritjen Harianja. Malam semakin larut dan agenda rapat yang dibuat menyimpang dari jadwal sebenarnya. Emosi peserta Rakom makin memuncak, ditambah lagi dengan tidak adanya logistik Rakom untuk menahan serangan perut yang keroncongan dan tenggorokan yang kering. Pada saat kondisi demokrasi itu, tiba-tiba bung Rivondi Brahmana meminta Jhon.L. Simanjutak untuk keluar dari sidang yaitu untuk melakukan mekanisme lobi. Akhirnya setelah bung Rivondi Brahmana melakukan mekanisme lobi terhadap bung Jhon.L. Simanjuttak diambillah keputusan bahwa permasalahan ini akan diputuskan pada pembahasan Komisi Program, Komisi Politik, dan Komisi Organisasi yang disepakati oleh peserta sidang Rakom dibahas dikemudian hari.
Berpijak pada pepatah Kuno yang menyatakan bahwa masa lalu harus dilewatkan dan sekarang adalah bagaimana membuat masa depan yang lebih baik, GmnI Komisariat FMIPA USU pun mengadopsi pepatah kuno ini untuk membangun kembali wibawa organisasi ditengah –tengah derasnya tantangan perjuangan. Hal ini ditandai dengan terbentuknya susunan kepengurusan GmnI Komisariat FMIPA USU yang disusun oleh bung Frofidierman Sonik Purba sebagai Formatur Tunggal.

Jurnal Pelaksanaan Pelantikan Pengurus Komisariat GmnI FMIPA USU.

Berkisar pukul 14.00 WIB, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars GmnI dan Mars Marhaen yang dipandu oleh pembawa acara pelantikan yaitu sarinah Desi Aruan, Bung Charles Ritonga sebagai Wakil Sekretaris DPC GmnI Kota Medan membacakan Surat Keputusan DPC GmnI Kota Medan tentang pengangkatan dan pengesahan pengurus komisariat GmnI FMIPA USU. Bung Charles Ritonga menyatakan bahwa proses pelantikan ini hendaknya dijadakan ajang konsolidasi kader di tingkatan komisariat GmnI FMIPA USU. Hal-hal yang selama ini bertentangan khususnya pada waktu Rakom kemarin hendaknya tidak dijadikan ajang perpecahan ditubuh GmnI komisariat FMIPA USU tetapi diambil hal-hal yang positifnya dalam membangun GmnI ini kedepan.
Pada acara pelantikan tersebut komisaris terpilih bung Frofidierman Sonik Purba memberikan kartu ucapan selamat kepada bung dan sarinah yang terpilih sebagai pengurus komisariat satu tahun kedepan. Kartu ucapan selamat ini hendaknya dijadikan motivasi dan simbol perjuangan dalam membangkitkan jiwa perjuangan,” Kata bung Frofidierman Sonik Purba pada kata sambutannya.
Pada acara pelantikan tersebut dihadiri oleh Pengurus Komisariat FISIP USU, Pengurus Komisariat Ekonomi USU, Pengurus Komisariat UHN ( Nomensen ) dan Pengurus Komisariat Universitas Darma Agung. Disamping itu juga dihadiri Wakabid Kajian Sarinah DPC GmnI Kota Medan sarinah Aidani Novita Harahap beserta beberapa anggota GmnI Sekawasan Kota Medan. Pada acara pelantikan tersebut, undangan disuguhi dengan makanan dan minuman yang dikonsep semurah mungkin tapi penuh dengan Gizi yang memadai.

Demokrasi Percontohan


Demokrasi Percontohan
Oleh
FROFIDIERMAN SONIK PURBA

Pada tanggal 4 November 2008 yang lalu, bangsa Amerika Serikat telah mencatat sejarah baru dengan terpilihnya Barak Obama sebagai Presiden Amerika Serikat yang Ke-44. Dinamakan Pemilu yang bersejarah adalah karena Barak Obama adalah presiden berkulit hitam yang pertama yang terpilih untuk memimpin Amerika Serikat 4 tahun kedepan. Dengan mengusung isu perubahan tentunya jutaan rakyat Amerika Serikat bahkan dunia internasional menaruh harapan yang besar terhadap sosok yang dikenal dengan pidato politik yang penuh dengan emosional dan berkarisma ini. Ditengah euforia kemenangan , Barak Obama sudah harus dibebani “PR” sebagai warisan kebijakan Bush yakni Krisis ekonomi dan krisis keuangan global yang harus dituntaskan yang telah menyengsarakan rakyat Amerika Serikat disamping kebijakan terhadap ribuan tentara Amerika Serikat di Irak yang saat ini menunggu kepastian. Satu hal yang pasti adalah Amerika Serikat telah menunjukkan kepada dunia bahwa metamorfosis kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi telah mulai mencapai tahap perkembangan yang signifikan.
Politik Tanah Air
Sebagai negara penganut paham demokrasi seperti Amerika Serikat, tentunya secara substansial tidak jauh berbeda dengan keadaan politik nasional menjelang pemilu 2009. Berbagai harapan rakyat Amerika Serikat terhadap hasil pemilu mereka tentunya tidak berbeda dengan harapan rakyat Indonesia pada pemilu 2009 nanti yakni peningkatan taraf hidup dan perbaikan sosial kearah yang lebih baik.
Permasalahan kemiskinaan, pengangguran, pendidikan, korupsi, penegakan supremasi hukum dan kesehatan adalah beberapa masalah bangsa ini yang tentunya akan menjadi “PR” bagi para kandidat pemimpin bangsa yang terpilih melalui pemilu nanti. Didalam pemilu yang dilakukan secara langsung tersebut bisa kita katakan suara rakyat adalah suara Tuhan. Rakyat sebagai konstituenlah yang menjadi kunci keberhasilan dari serangkaian perjalanan proses demokratisasi nanti. Rakyat harus jeli dan bijak dalam memilih sosok pemimpin pro rakyat bukannya pemimpin “penghisap”rakyat. Seperti kita lihat bagaimana para kandidat pemimpin bangsa melalui kampanye-kampanyenya menawarkan janji peningkatan kesejahteraan rakyat. Ada yang berani menyatakan pendidikan gratis, biaya kesehatan gratis, peningkatan lapangan kerja yang akan diberikan kepada rakyat apabila dia terpilih nanti. Sungguh suatu “jualan politik” yang menggiurkan yang dikremas dalam bahasa maupun kata-kata yang indah didengar. Memang dalam membuat tolok ukur dalam menganalisa visi misi para kandidat mana yang mengandung nilai kebenarannya adalah susah sekali. Hal ini disebabkan karena kebanyakan visi misi mereka hanya dijadikan alat komunikasi politik untuk menarik simpati rakyat saja tetapi dalam implementasinya ketika terpilih tidak menjadi permasalahan hukum apabila tidak dijalankan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar visi misi para kandidat tidak menjadi media pembohongan publik :
Pertama : Mempelajari track record sosok kandidat. Sebagai konstituen dalam demokrasi dan proses demokratisasi ini sudah sepantasnya rakyat harus mengetahui sosok kandidat yang akan mereka pilih. Rakyat harus mengetahui bagaimana pendidikannya, sepak terjangnya, kesehatan, keadaan psikologi bahkan permasalahan yang lebih intim seperti keluarga. Kita tidak ingin kandidat yang kita pilih mempunyai masalah keluarga. Bagimana mungkin dia akan mensejahterakan rakyat rakyat sedangkan keluarganya tidak bisa jadi teladan ditengah-tengah masyarakat atau bagaimana mungkin dia akan membicarakan peningkatan kesehatan rakyat sedangkan dia saja mempunyai masalah kesehatan. Kesemuanya itu menjadi faktor yang mempengaruhi ketika membicarakan implementasi visi misinya.
Kedua : Pembuatan regulasi visi misi. Sudah sepantasnya regulasi terhadap visi misi para kandidat pada pemilu nanti dibuat dalam bentuk undang-undang khusus. Kita tidak menginginkan visi misi setiap calon selama ini hanya dijadikan media pembohongan publik. Jadi, setiap kandidat yang terpilih nanti maka visi misi yang diucapkan disetiap kampanyenya langsung menjadi undang-undang khusus yang apabila tidak dijalankan akan dikenakan sanksi secara hukum. Pembohongan publik yang dia buat melalui visi misinya sama saja dengan penghianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Dalam mengukur keberhasilan suatu pesta demokrasi dalam hal ini adalah pemilu, maka ada dua hal yang dapat menjadi tolak ukurnya yakni :
Pertama : Kedewasaan Berpolitik Masyarakat
Dialam demokrasi ini persoalan menang dan kalah dalam pertarurang perebutan kepemimpinan maupun kekuasaan adalah hal yang wajar apabila para kandidat dan masyarakat pendukung dewasa dan legowo menerima apapun hasil yang dicapai. Kita tentunya tidak menginginkan terjadinya konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat yang ujung-ujungnya akan merugikan kepentingan masyarakat itu sendiri. Kita lihat bagaimana kedewasaan berpolitik John Mcain, kandidat Presiden Amerika Serikat dari partai Republik yang kalah pada Pemilu Amerika serikat 4 November 2008 yang lalu. Ketika dia telah mengetahui kekalahannya pasca pengumuman hasil pemilu Amerika Serikat, dia langsung berpidato dihadapan pendukungnya sendiri untuk mengakui kehebatan dan kemenangan Barack Obama, kandidat Presiden Amerika Serikat terpilih dari partai Demokrat. Ditengah-tengah teriakan kekecewaan yang diluapkan pendukungnya dia tidak hanya mengakui kekalahannya tetapi mengajak seluruh konstituen pendukungnya untuk bersatu dan mendukung presiden Amerika Serikat yang terpilih. Sungguh suatu sikap ksatria sejati. Yang menjadi pertanyaan adalah adakah sikap dan keteladanan Jhon Mcain ini ada di setiap jiwa para kandidat pemimpin bangsa yang akan bertarung pada pemilu 2009 nanti?. Sungguh suatu sikap kekanakkanakan apabila ada kandidat yang kalah tetapi tidak mengakui kekalahannya. Ironisnya malah melakukan penghasutan maupun provokasi kepada konstituennya untuk melakukan tindakan anarkis. Dalam berdemokrasi ini tentunya kita tidak bisa menegasikan adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu sebagai masyarakat yang terkenal dengan kekeluargaannnya dan kegotongroyongannya, hendaknyalah penyimpangan atau sengketa yang terjadi disikapi melalui jalur konstitusi/hukum yang berlaku di tanah air kita
Kedua : Permainan isu-isu strategis.
Dalam pertarungan demokrasi ini, isu-isu strategis sangat berperan sekali dalam memetakan kekuatan politik. Memerankan isu-isu stategis tentunya harus menjungjung tinggi etika dan norma berdemokrasi. Kita tentunya tidak menginginkan isu agama , kesukuan maupun ras dijadikan komoditas politik untuk kepentingan sesaat, tetapi hendaknyalah kita nilai dari visi misinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Amerika Serikat telah mencatat sejarah baru dengan terpilihnya Barak obama sebagai Presiden berkulit hitam pertama untuk memimpin Amerika Serikat 4 tahun kedepan. Rakyat Amerika Serikat tidak melihat sosok Barak Obama dari sudut latar belakangnya (baca: Ras, Suku maupun agama) tetapi dilhat dari visi misi yang dia tawarkan yang sangat menyentuh kebutuhan dan menjawab permasalahan rakyat Amerika Serikat. Believe We Can Change it adalah jargon-jargon Barak Obama yang selalu dia dengungkan disetiap kampanyenya. Sejarah terpilihnya Barak Obama sebagai USA-1 telah menghancurkan tembok diskriminasi ras dalam sosial - politik Amerika Serikat.
Oleh karena momentum ini dapat kita jadikan inspirasi baru dalam mewarnai metamorfosis kedewasaan berpolitik bangsa ini. Jadi, Dalam pertarungan demokrasi 2009 nanti, dikotomi politik jawa dan luar jawa, suku maupun agama tertentu untuk memimpin bangsa ini sudah sepantasnya kita hilangkan dengan mengkampanyekan politik kualitas sosok kandidat dalam memimpin bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan tanpa melihat latar belakang suku, ras maupun agamanya.
Penutup
Ditengah-tengah kecaman dunia akan kebijakan luar negerinya diera kepemimpinan Bush yang sarat perang bahkan ada yang sudah anti Amerika Serikat, negera Paman Sam tersebut telah berhasil menunjukkan demokrasi percontohan kepada dunia untuk diteladani. Menjelang pemilu 2009, konstlasi politik daerah maupun nasional akan memanas. Itu wajar. Oleh karena itu sudah saatnyalah bangsa ini merubah paradigma kedewasaan berpolitiknya dengan menjungjung tinggi etika dan norma berdemokrasi sehingga proses demokrasi tanah air dapat menjadi demokrasi percontohan di belahan dunia ini. Bangsa sekaliber Amerika Serikat Saja bisa, Mengapa kita tidak bisa ?.Semoga bisa.
Penulis Adalah Komisaris GmnI Komisariat FMIPA USU Periode 2008-2009