Selasa, 24 Februari 2009

Kualitas Sarjana USU Dipertanyakan


Kualitas Sarjana USU Dipertanyakan
( Idealisme Ilmu atau Sekedar Formalitas Perolehan Gelar )

Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Seperti biasa tiap tahunnya seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia baik itu PTN yang berbasiskan BHMN maupun PTN yang belum dan akan menjadi BHMN akan mengadakan seleksi untuk menerima mahasiswa/I baru. Sudah menjadi kebiasaan pula bahwa para pemimpin-pemimpin Indonesia senang melakukan kebijakan yang aneh-aneh dan tidak populis terhadap kepentingan rakyat miskin atau masyarakat yang termarjinalkan, maka hal itu pun berimbas pada kebijakan dibidang pendidikan untuk membuat ujian masuk PTN menjadi beberapa jalur. Yang lucunya, jalurnya banyak tetapi konsepnya sama. Dan yang menjadi kegelian penulis adalah Pemerintah melakukan kebijakan ini adalah semata-mata karena uang. Kalau dulu penerimaaan mahasiswa baru untuk masuk ke PTN di seluruh Indonesia ini masih dibawahi oleh satu kepanitiaan SPMB yang dibentuk oleh Diktinya Mendiknas, tetapi karena uang hasil keuntungan penjualan formulir SPMB tidak pernah dibagikan kepada PTN dan hanya masuk ke kas Negara sebagai non-pajak maka PTN pun protes kepada pemerintah. Akhirnya daripada sama-sama tidak beruntung antara Mendiknas dengan PTN maka pemerintahpun mengizinkan kepada PTN untuk membuat jalur Masuk PTN dengan beragam cara. Ada yang melalui UMB SPMB, SNMPTN, Jalur Mandiri dan masih banyak lagi jalur-jalur yang lain yang pada ujung-ujungnya PTN di Bumi Petiwi ini mendukung sepenunya Komersialisasi Pendidikan. Belum lagi adanya indikasi akan semakin semaraknya pesta KKN di Sistem Pendidikan Nasional Kita ini dimana yang kaya akan mudah masuk dan duduk manis sebagai mahasiswa PTN sedangkan yang miskin akan gigit jari memandangi “indahnya” kemaksiatan dunia pendidikan kita ini. Kita bias lihat bagaimana UU BHP ( Badan Hukum Pendidikan) yang secara substansial belum menyentuh filosofis dan hakikat dari pendidikan. Cita-cita Paulo Fereira yakni pendidikan yang memanusiakan manusia bak jauh panggang dari apinya. Yang ada hanya pendidikan yang memanusiakan manusia yang memiliki uang
Bagaimana dengan USU. Apakah ikut arus atau melawan arus?. Sudah barang tentu bahwa dalam suatu konsep birokrasitasi di Indonesia ini yang bawah harus mengikuti perintah atasan maka USU pun segera mengambil ancang-ancang untuk mempersiapkan diri terhadap “indahnya” Jalur masuk PTN ini. Uang masuk dari mahasiswa/I baru akan bergelimpangan tapi konsep dan tujuan pendidikan akan biasa-biasa saja dan yang parahnya akan semakin “MAJU” maksudnya MASUK JURANG. USU yang katanya kumpulan manusia-manusia “terpilih” yang didik untuk membangun bangsa ini ternyata tidak mampu menjadi fondasi atau perisai yang kuat dalam menyokong dan mengembangkan dunia teknologi maupun ilmu pengetahuan global. Hal ini dapat kita ketahui dari kualitas akademik baik yang berupa riset maupun bentuk system belajar-mengajarnya yang kualitas jauh dibawah standar bila dibandingkan dengan system belajar-mengajar yang ideal. Ideal maksudnya ada interaksi dan komunikasi social yang dialogis dan saling membangun antara mahasiswa dengan dosen dengan sokongan fasilitas yang memadai. Hal ini diperparah lagi dengan kondisi fasilitas praktikum maupun perkuliahanya yang dibawah standar. Yang lebih ironisnya dengan kondisi kualitas yang tidak memadai ternyata USUmampu menghasilkan gelar akademik secepat kilat. Kita lihat saja bagaimana banyaknya gelar dosen baik yang doktor maupun yang bergelar Profesor tetapi tidak mempunyai kualitas pendidik maupun kualitas ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan. Bisa dibilang USU adalah sarangnya raja-raja gelar artinya manusia yang gila gelar akademik tetapi tidak mempunyai karisma pendidik maupun mental dan kecakapan seorang ilmuan sejati. Sudah sepantasnyalah ketika sebuah universitas yang mempunyai banyak dosen yang bergelar doktor mapun yang bergelar Profesor mempunyai suatu penemuan yang bertaraf internasional. Kebanyakan gelar yang didapat dipergunakan bukan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi tetapi lebih kepada persoalan banyak gelar maka banyak embel-embel nama. Jadi siapa yang mau gelar instant maka datanglah ke USU.
Melihat ini semua sudah seharusnya USU membuat sebuah revolusi system dan Revolusi metode Ilmu untuk menciptakan kualitas mahasiswa yang akan menjadi alumni yang berkualitas. USU harus berbenah diri menghadapi persaingan global khususnya di dunia ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin maju. Sistem pendidikan harus diubah melalui mereformasi silabus praktikum maupun silabus perkuliahan yang berbasiskan pada nilai-nilai intelektualitas dan kreativitas dosen maupun mahasiswanya. Belum lagi menyediakan fasilitas yang memadai untuk menunjang riset maupun penelitian. Disamping itu kesejahteraan dosen sebagai guru pendidik harus ditingkatkan dengan dibarengi dengan peningkatan kualitas dosen.
Dengan kondisi kualitas USU yang memprihatinkan dimana Harian Kompas mencatat USU berada diperingkat ke -17 untuk tingkatan nasional adakah harapan akan peningkatan kualitas sarjana-sarjana USU…?. Mari kita jawab sendiri.

Penulis adalah manusia pembelajar yang berharap USU dapat memberikan masa depan yang lebih baik demi istri dan anak-anakku.

Tidak ada komentar: