Kamis, 07 Mei 2009

Pemilu 2009 : Harapan Baru atau Bencana Politik ?


Pemilu 2009 : Harapan Baru atau Bencana Politik ?
Pemateri
Frofidierman Sonik Purba S.Si

Tahun 2009 adalah momentum yang penting bagi bangsa ini. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2009 ini bangsa ini akan merayakan hajatan politik yakni pemilihan umum (pemilu) yang akan memberikan warna baru bagi perjalanan bangsa untuk untuk 5 tahun kedepan. Pemilihan umum yang dibagi dalam dua kategori yakni pemilhan legislative (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) adalah amanah konstitusi yang harus segera diselenggarkan. Sebanyak 174.410.453 jiwa yang meliputi 77 dapil untuk DPR Pusat, DPRD Provinsi 217 dan DPRD Kabupaten/kota sebanyak 1.847 dimana jumlah partai politik (pemilu 2009) peserta pemilu 2009 yang berjumlah 38 parpol Nasional serta enam partai lokal Aceh untuk Nanggroe Aceh Darussalam akan “turun gunung” dalam memberikan hak konstitusinya dalam pemilihan legislative dan khusus untuk sumatera utara terdapat 9.180.973 orang yang tersebar di 28 kabupaten/kota untuk memilih DPRD Provinsi yang meliputi 11 dapil dengan jumlah kursi yang diperebutkan sebanyak 100 kursi (Kompas,2008). Apapun hasil pada pemilihan legislative pada tanggal 9 April 2009 ini akan memberikan andil yang sangat penting dalam melanjutkan agenda demokrasi bagian kedua yakni pemilihan presiden yang akan diselenggarakan pada tanggal 6 Juli 2009 karena sesuai dengan UU Pemilu No 10 Tahun 2008 dan diperkuat dengan putusan mahkamah konstitusi bahwa syarat suatu partai maupun koalisi partai dalam pengajuan calon presiden maupun wakil presiden harus memenuhi 25 % kursi DPR Pusat dan 20 % suara sah nasional.
Konsep pembagian kekuasaan berdasarkan Trias Politika yang digagas Montesqieue dimana kekuasaan dalam suatu pemerintahan/Negara dibagi atas 3 bahagian yakni eksekutif, legislative dan judikatif masih dianut bangsa ini sampai saat ini. Pemilihan eksekutif dan legislative diserahkan kepada kedaulatan rakyat yang tertuang dalam UUD 1045 yang dalam proses politiknya mengalami metamorfosis perkembangan yang cukup signifikan yakni dari metode perwakilan sampai pemilihan langsung. Metode pemilihan langsung yang kita anut pada pemilu 2004 dan 2009 ini telah menunjukkan bahwa suara rakyatlah yang menentukan siapa yang akan terpilih sehingga santer kita dengar suara rakyat adalah suara Tuhan. Dalam model pemilihan langsung ini jelaslah bahwa siapa yang dekat ke rakyat dan mampu menarik simpati rakyat maka dialah pemenang dari “permainan politik” ini.
Rakyat, Bijaksanalah !!
Kita tentunya tidak mengharapkan para kandidat yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para kandidat dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para kandidat menjelma sebagai “dermawan” dadakan dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik kedermawanannya ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para kandidat yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka. Disinilah peran rakyat sebagai konstituen pemilu harus arif dan bijaksana sebelum membuat pilihan. Memang dalam membuat tolok ukur dalam menganalisa visi misi maupun janji-janji manis para kandidat mana yang mengandung nilai kebenarannya adalah susah sekali. Hal ini disebabkan karena kebanyakan visi misi/janji-janji mereka hanya dijadikan alat komunikasi politik untuk menarik simpati rakyat saja tetapi dalam implementasinya ketika terpilih tidak menjadi permasalahan hukum apabila tidak dijalankan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar visi misi para kandidat tidak menjadi media pembohongan publik :
Pertama : Mempelajari track record sosok kandidat. Sebagai konstituen dalam pemilu ini sudah sepantasnya rakyat harus mengetahui sosok kandidat yang akan mereka pilih. Rakyat harus mengetahui bagaimana pendidikannya, sepak terjangnya, kesehatan, keadaan psikologi bahkan permasalahan yang lebih intim seperti keluarga. Kita tidak ingin kandidat yang kita pilih mempunyai masalah keluarga. Bagimana mungkin dia akan mensejahterakan rakyat sedangkan keluarganya tidak bisa jadi teladan ditengah-tengah masyarakat atau bagaimana mungkin dia akan membicarakan peningkatan kesehatan rakyat sedangkan dia saja mempunyai masalah kesehatan. Kesemuanya itu menjadi faktor yang mempengaruhi ketika membicarakan implementasi visi misinya.
Kedua : Pembuatan regulasi visi misi. Sudah sepantasnya regulasi terhadap visi misi para kandidat pada pemilu nanti dibuat dalam bentuk undang-undang khusus. Kita tidak menginginkan visi misi setiap calon selama ini hanya dijadikan media pembohongan publik. Jadi, setiap kandidat yang terpilih nanti maka visi misi yang diucapkan disetiap kampanyenya langsung menjadi undang-undang khusus yang apabila tidak dijalankan akan dikenakan sanksi secara hukum. Pembohongan publik yang dia buat melalui visi misinya sama saja dengan penghianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Optimisme VS Pesimisme
Pada pemilu 2009 ini kita tidak bisa memungkiri bahwa masyarakat yang optimisme dan masyarakat yang pesimisme terhadap pemilu 2009 ini akan memberikan dampak yang besar terhadap hasil pemilu 2009 ini. Masyarakat yang optimisme tentunya melihat adanya harapan baru dari pemilu 2009 nanti dengan memberikan partisipasi politiknya sedangkan masyarakat yang pesimisme melihat bahwa tidak ada harapan baru dalam pemilu nanti karena mereka berkaca dari hasil-hasil pemilu sebelumnya yang tidak memberikan harapan menuju kesejahteraan rakyat.
Dalam melihat pesimisme terhadap penyelenggaraan pemilu ada 3 permasalahan yang selalu muncul dalam setiap hajatan politik yang satu ini yakni logistik, DPT dan Golput
Ada 5 alasan terjadinya golput
1. Kesalahan Teknis yakni dalam hal kesalahan pendataan sehingga banyak yang tidak terdaftar dalam DPT
2. Kesalahan tata cara pemilihan. Pada pemilu 2009 ini metode pemilihan dilakukan dengan cara mencontreng sehingga banyak masyarakat akan bingung karena telah terbiasa dengan budaya mencoblos
3. Alasan Politik yakni tidak simpatik terhadap kandidat yang dipilih
4. Alasan Pragmatis-Individualis yakni melihat dari sisi untung ruginya
5. Karena factor ideologis politik yakni tidak percaya pada mekanisme demokrasi akibat adanya fundamentalisme agama dan perbedaan ideologi politik
Suara Terbanyak Proses Pendewasaan Demokrasi Tanah Air
Dengan adanya UU Pemilu yang baru dan diperkuat dengan putusann Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislatif dan batas 2O% kursi partai di DPR dan 25% suara partai secara nasional bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (ongkos politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para elit politik yang maju sebagai kandidat dan partai yang mengusungnya terhadap konstituennyalah akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Jadi, para kandidat yang bahkan sebelum perhelatan kampanye dilakukan telah melakukan pendekatan ke rakyat melalui aksi-aksi sosial yang riil akan lebih dikenal masyarakat dibandingkan para kandidat yang mengandalkan tebar pesona gambar. Kalau kita melihat pada pemilihan legislatif tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan karena nomor urut memang berperan penting untuk menentukan siapa yang duduk sebagai calon legislator. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Dengan dikeluarkannya regulasi baru tentang pelaksanaan pemilu maka kompetisi atau persaingan yang ketat antar calon maupun partai akan menghiasi peta perpolitikan tanah air. Bisa saja kandidat yang bernomor urut 10 akan mengalahkan kandidat bernomor 1 sehingga para kandidat yang selama ini memiliki nomor urut jadi tidak bisa lagi berpangku tangan dan menunggu mukjizat tetapi harus ekstra kerja keras dalam meraih simpati rakyat
Putra-putri Simalungun Menuju Kursi Legislatif
Hajatan politik yang akan kita rayakan ini pun sangat terasa dalam masyarakat Simalungun. Sebanyak 552.043 orang yang terdaftar sebagai DPT menyebar di 31 kecamatan terbagi 5 Daerah Pemilihan (Dapem) masing-masing Dapem I terdiri dari Kecamatan Siantar, Gunung Malela, Gunung Maligas, Tapian Dolok, Dolok Batu Naggar dan Pamatang Bandar.
Dapem II terdiri dari Kecamatan Bandar, Bandar Masilam, Bandar Huluan, Bosar Maligas dan Ujung Padang. Dapem III terdiri dari Kecamatan Tanah Jawa, Hatonduhan, Hutabayu Raja dan Jawa Maraja Bah Jambi.
Dapem IV terdiri dari Kecamatan Sidamanik, Pamatang Sidamanik, Dolok Pardamean, Girsang Sipanganbolon, Dolok Panribuan dan Jorlang Hataran. Dapem V terdiri dari Kecamatan Pane, Panombeian Pane, Raya, Purba, Silimakuta, Pamatang Silimahuta, Dolok Silou, Silou Kahean dan Raya Kahean.
Jumlah suara tersebut akan diperebutkan para Caleg yang terdaftar sebanyak 900 orang untuk mengisi 45 kursi DPRD Simalungun. Berdasarkan pembagian Dapem untuk mengisi kursi DPRD tersebut yaitu Dapem I. 12 orang, Dapem II. 11 orang, Dapem III. 6 orang, Dapem IV. 6 orang dan Dapem V. 10 orang. ( Harian SIB 2008)
Kita lihat bagaimana putra-putri Simalungun berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figure harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Simalungun. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dari masyarakat Simalungun tidak mengerti permasalahan yang terjadi di Simalungun tetapi harus mempunyai politik will dalam membangun Simalungun. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat Simalungun sebagai konstituen politik melihat track record si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dalam membangun Simalungun. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya sama saja dengan menjual bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sengketa Pemilu Stimulus Bencana Politik Tanah Air
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Jikalau ada ditemukan penyimpangan dalam proses politik ini hendaknya diselesaikan melalui jalur konstitusi yang berlaku sehingga bencana politik berupa krisis politik tidak terjadi di bumi pertiwi ini karena dengan terjadinya krisis politik akan mempengaruhi aspek ekonomi, social budaya bahkan integritas bangsa. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para kandidat dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Membangun Simalungun bukan harus menjadi Anggota Legislatif atau menjadi Bupati. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun simalungun ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record se calon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Jadi, selamat menggunakan hati nuraninya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa. Horas
Penulis adalah kordinator divisi Infokom IMAS-USU periode 2004-2005

Dipresentasikan pada diskusi ilmiah Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara (IMAS-USU) pada tanggal 3 April 2009 di Sekretariat IMAS USU Kota Medan.

Tidak ada komentar: