Senin, 18 Mei 2009

MENUNGGU IMPLEMENTASI UU PORNOGRAFI


MENUNGGU IMPLEMENTASI UU PORNOGRAFI
OLEH
FROFIDIERMAN SONIK PURBA

RancanganUndang-Undang Pornografi telah disahkan oleh DPR-RI. Hampir semua fraksi di DPR menyepakati RUU ini disahkan menjadi UU kecuali fraksi PDIP dan fraksi PDS dan dua anggota DPR fraksi Golkar dari Propinsi Bali yang walk out pada saat RUU ini akan disahkan. Sebuah produk undang-undang yang sebelum maupun setelah disahkan telah menimbulkan kontroversi ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia yang pro terhadap undang-undang ini tetapi tidak sedikit pula yang menolaknya.
Kalau kita memandang kondisi realita kebangsaan sekarang yang belum terlepas dari belenggu keterpurukan maupun keterbelakangan seperti kemiskinan, Pengangguran, ketidakadilan, maupun kasus korupsi yang memprihatinkan, adakah produk undang-undang ini menjadi kebutuhan primer bangsa yang harus dipenuhi atau hanya akan menciptakan gejolak masyarakat yang berlarut-larut?. Kalau kita berbicara tentang moralitas maka indikator keberhasilannya adalah perilaku maupun perbuatan nyata yang dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat. Kita tentunya tidak sepakat seandainya seseorang yang secara kedudukan maupun pendidikan diakui dan dihormati masyarakat tetapi melakukan perbuatan asusila dapat dikatakan manusia bermoral. Akan tetapi seseorang yang demikian tentunya akan mendapatkan sanksi moral dari masyarakat bahkan mungkin akan mendapat sanksi secara hukum yang berlaku. Kita lihat bagaimana kasus Yahya Zaini mantan anggota DPR RI melakukan perilaku asusila dengan beredarnya video seksnya dimasyarakat mendapatkan sanksi dipecat dari jabatannya sebagai wakil rakyat dan jabatannya sebagai salah satu pengurus pusat partai Golkar dan bahkan mungkin akan mendapat sanksi moral dari masyarakat melalui dicemooh, diasingkan maupun bentuk sanksi moral yang lain. Dan contoh-contoh kasus asusila diatas masih banyak terjadi dikalangan para elit bangsa saat ini.
Yang menjadi permasalahannya adalah apakah substansi dari UU Pornografi tersebut dapat meningkatkan moralitas bangsa atau hanya akan dijadikan tameng atau alat oleh kelompok tertentu kita untuk suatu kepentingan maupun motif tertentu ?.
Didalam melihat keberhasilan UU ini ada 2 hal yang perlu kita perhatikan :
Pertama : Sisi kriminalitas atau kejahatan publiknya. Jikalau ada individu maupun suatu kelompok masyarakat yang melakukan suatu perbuatan yang menyimpang khususnya yang melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat tentunya UU Pornografi ini menjadi senjata ampuh untuk menghukum pelaku pornografi tersebut karena memang perbuatan tersebut dapat merusak mental maupun menghancurkan moralitas bangsa ini yang dikenal dengan masyarakatnya yang berbudaya dan religius ini Kedua : Intervensi Kehidupan Bermasyarakat. Jikalau pelaksanaan teknis UU pornografi ini mengalami benturan ditengah-tengah masyarakat tentunya dapat menimbulkan konflik horizontal yang akhir-akhirnya dapat menciptakan masalah sosial yang baru. Seperti yang kita lihat pada masyarakat Bali yang melakukan sikap reaksioner dengan melakukan protes keras melalui Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan ketua DPRD Bali Ida Bagus Putu Wesnawa (Analisa,31/10) atas disahkannya RUU ini menjadi UU karena memang UU Pornografi ini tidak sesuai dengan nilai sosiologis maupun nilai filosofis masyarakat Bali. Masyarakat Bali juga mengatakan akan melakukan pembangkangan sipil apabila pemerintah pusat memaksakan UU ini diterapkan di Propinsi Bali. Yang kita inginkan dari permasalahan ini adalah tidak terjadinya gerakan separatis untuk memisahkan diri dari NKRI yang kita cintai ini dan munculnya milisi-milisi sipil yang mengkangkangi konstitusi dan hak warga negara dengan berkedokkan penegakan moralitas bangsa. Apabila UU Pornografi ini menjadi bumerang bagi persatuan dan kesatuan bangsa ini tentunya tidak bisa kita pungkiri akan menambah perbendaharaan masalah bangsa yang baru disamping kemiskinan, penganguran, kasus korupsi dan ketidakadilan yang belum terselesaikan.
Diera kekinian ini, permasalahan moralitas yang menyangkut pornografi tidak dapat kita atasi hanya dengan membuat sebuah UU saja tetapi lebih kepada melakukan penyadaran-penyadaran sosial ditengah-tengah masyarakat ini. Salah satu faktor yang sangat berperan aktif adalah dari faktor keluarga. Sudah sepantasnya keluarga mengajarkan maupun mendidik anak-anak sejak dini sebagai generasi penerus bangsa untuk menjadi anak yang bermoral dan berakhlak dengan membuka cakrawala berpikir terhadap bahaya informasi negative yang dapat memancing seseorang melakukan perbuatan asusila. Internet, Siaran TV ,buku, majalah yang berbau porno maupun komunikasi elektronik dan barang cetakan lainnya adalah media informasi yang dapat memberikan layanan pornografi. Efek negatif dari pengaruh media informasi tersebut adalah dapat membuat efek psikologis untuk melakukan perbuatan asusila seperti pencabulan, pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Disamping itu Lembaga pendidikan, Lembaga Sosial maupun Lembaga keagamaan sudah sepantasnya berperan aktif dalam melakukan pendidikan moral guna mendidik bangsa ini menjadi bangsa yang bermoral dan berakhlak tinggi. Kita tidak ingin bangsa yang menganut beraneka ragam agama dan kepercayaan yang mengajarkan moralitas ini terdapat banyak kasus-kasus asusila yang sangat memprihatinkan
Dalam mewujudkan UU Pornografi ini tentunya diperlukan kerja sama dari semua pihak. Memang tidak bisa kita pungkiri dalam pembuatan UU ini ada terjadi proses politik didalamnya, tetapi hendaknyalah UU ini tidak mengandung motif politik tertentu khususnya menjelang Pemilu 2009 ini dan tidak menjadi strategi kotor bagi para wakil rakyat kita yang duduk di Senayan untuk mengalihkan isu untuk menutupi kinerja DPR yang belum pro rakyat dan terkesan DPR seolah-olah memperjuangkan moralitas bangsa yang akhir-akhir ini marak terjadi perbuatan asusila khususnya dikalangan wakil rakyat kita. Oleh karena itu Lembaga eksekutif dan Lembaga legislatif harus mensosialisasikan UU ini sampai keakar-akarnya kepada masyarakat agar tidak menimbulkan polemik maupun gejolak yang ujung-ujungnya dapat menciptakan disintegrasi bangsa yang dikenal bangsa yang memiliki pluralisasi suku, budaya, adat-istiadat maupun agama dan kepercayaan ini. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar di era demokrasi ini. Jikalau ada yang keberatan terhadap UU ini, hendaknyalah ditempuh melalui jalur konstitusi-Judical Review-yang berlaku ditanah air. Satu hal yang pasti ketika sebuah undang-undang dibuat tentunya tujuan utamanya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Kita tidak ingin UU Pornografi ini dibuat justru membuat rakyat semakin menderita. Oleh karena itu mari kita lihat apakah UU Pornografi ini dapat meningkatkan moralitas bangsa yang ujung-ujungnya untuk kesejahteraan rakyat atau justru sebaliknya.Semoga !!

Penulis adalah Komisaris GmnI Komisariat FMIPA USU Cabang Kota Medan Periode 2008-2009.
Aktivis IMAS -USU

Tidak ada komentar: