Senin, 09 Maret 2009

Benarkah Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan ?


Benarkah Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan ?
Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Tulisan ini ini terinspirasi ketika penulis membaca salah satu slogan tentang pemilu yang mengajak masyarakat agar tidak golput pada pemilu 9 April 2009 nanti. Slogan itu juga mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan.
Satu sisi pesan moral yang disampaikan melalui slogan pemilu tersebut ada benarnya karena menyadarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu 9 April 2009 yang akan kita rayakan nanti dengan harapan angka golput dapat diminimalisir. Sebaliknya ketika suara rakyat telah mengantarkan para elit politik untuk duduk sebagai wakil rakyat maupun pemimpin bangsa tetapi suara rakyat dikebiri untuk kepentingan pribadi maupun kelompok bukankah slogan yang menyatakan suara rakyat adalah suara Tuhan patut dipertanyakan?. Alangkah terkutuknya apabila para elit politik yang bertarung pada pemilu 2009 ini berani memperjualbelikan suara Tuhan (money politic) ketika mengkampanyekan dirinya dan setelah menjabat, suara Tuhan tersebut diganti dengan perbuatan korupsi yang menyebabkan rakyat semakin menderita kemiskinan. Bukankah suara Tuhan menginginkan para elit politik untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat?. Bukankah suara Tuhan yang dimanifestasikan dalam hak-hak konstitusi rakyat dalam UUD 1945 mengatakan hak rakyat jelata dan hak para elit politik sama derajatnya di bumi pertiwi yang kita cintai ini yakni hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan beradab ?. Bukankah ketika para elit politik melakukan kampanye dengan mengumbar janji manis tetapi setelah terpilih malah melakukan pembohongan publik dapat dikatakan kejahatan liar biasa layaknya seorang teroris karena sama-sama merugikan masyarakat ?. Disinilah diperlukan intropeksi diri para elit politik untuk berkaca pada dirinya sendiri seraya merenungkan apakah ketika dia memutuskan untuk mencalonkan diri baik sebagai calon legislative maupun calon presiden / calon wakil presiden telah siap mengemban suara rakyat yang juga dinamakan suara Tuhan ini.
Tahun 2009 ini adalah momentum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena bangsa ini akan melangsungkan pesta demokrasi yakni pemilihan umum (Pemilu) legislatif baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan pemilihan presiden/wakil presiden (pilpres/pilwapres). Siapapun yang akan terpilih dalam rentetan proses politik tersebut akan mempengaruhi perjalanan bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Kita tentunya tidak mengharapkan para elit politik yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para elit politik dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para elit politik menjelma sebagai “dermawan dadakan” dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik “kedermawanannya” ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para elit politik yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana yang telah habis selama kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka.
Setelah merenungkan pesan moral yang disampaikan dalam slogan pemilu tersebut, penulis berharap agar siapapun para elit politik yang membaca slogan pemilu ini dapat terusik hatinya agar benar-benar tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan nasib rakyat yang hari ke hari semakin memprihatinkan. Jabatan politik yang diraih hendaknya tidak dijadikan alat maupun profesi pekerjaan belaka untuk memperkaya diri maupun kelompok tertentu tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kepentingan rakyat harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan karena apapun perbuatan yang kita lakukan pertanggungjawabannya adalah di akhirat nanti.
Politik Kualitas Menuju Kemajuan Bangsa
Dengan adanya UU Pemilu yang baru dan diperkuat dengan putusann Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislatif dan batas 2O% kursi partai di DPR dan 25% suara partai secara nasional bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (ongkos politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para elit politik yang maju sebagai kandidat dan partai yang mengusungnya terhadap konstituennyalah akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Jadi, para kandidat yang bahkan sebelum perhelatan kampanye dilakukan telah melakukan pendekatan ke rakyat melalui aksi-aksi sosial yang riil akan lebih dikenal masyarakat dibandingkan para kandidat yang mengandalkan tebar pesona gambar. Kalau kita melihat pada pemilihan legislatif tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan karena nomor urut memang berperan penting untuk menentukan siapa yang duduk sebagai calon legislator. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Dengan dikeluarkannya regulasi baru tentang pelaksanaan pemilu maka kompetisi atau persaingan yang ketat antar calon maupun partai akan menghiasi peta perpolitikan tanah air. Bisa saja kandidat yang bernomor urut 10 akan mengalahkan kandidat bernomor 1 sehingga para kandidat yang selama ini memiliki nomor urut jadi tidak bisa lagi berpangku tangan dan menunggu mukjizat tetapi harus ekstra kerja keras dalam meraih simpati rakyat
Penulis berharap kepada masyarakat Indonesia agar bijaksana dalam menentukan pilihannya. Kita lihat bagaimana para elit politik baik yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik maupun para elit politik dadakan berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figur harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Indonesia. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dalam pemilu nanti tidak mengerti tentang permasalahan kebangsaan tetapi harus mempunyai politik will maupun kemauan dalam membangun negeri ini. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat sebagai konstituen politik melihat track record ( sepak terjang ) si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dan berkualitas dalam membangun bangsa ini. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani maupun suara kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya maupun suaranya sama saja dengan menjual suara Tuhan dan bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para elit poltik yang bertarung pada pemilu nanti dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Bukankah para elit politik harus menghormati suara rakyat karena dengan menghormati suara rakyat sama saja dengan menghormati suara Tuhan. Membangun Indonesia bukan harus menjadi anggota legislatif atau menjadi presiden/wakil presiden saja. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun negeri ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record (sepak terjang) sicalon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Mari kita berikan suara kita bagi kandidat yang benar-benar mampu mengemban amanah rakyat dan mampu mengeluarkan negeri ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan
Jadi, selamat menggunakan hati nurani dan suaranya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa.

Tidak ada komentar: