Selasa, 24 Februari 2009

Pemuda Kristen Sebagai Garam dan Terang Bangsa


Pemuda Kristen Sebagai Garam dan Terang Bangsa
( Refleksi Kritis Tentang Kehidupan Pemuda Kristen Diera Kekinian )
Oleh :

FROFIDIERMAN SONIK PURBA

Berbicara tentang sejarah bangsa Indonesia maka tidak akan bisa terlepas dari konteks kepemudaan Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari peran dan fungsi pemuda yang sangat signifikan terhadap perjalanan bangsa ini. Pemuda yang merupakan salah satu elemen kekuatan bangsa telah mampu memberikan warna tersendiri didalam membangun bangsa ini.
Ditiap momentum sejarah bangsa ini, pemuda sering kali menjadi motor penggerak didalam menciptakan suatu perubahan yang progresif-revolusioner untuk mengeluarkan bangsa ini dari kemelaratan politik, sosial maupun kemelaratan moral bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, pemuda sangat berperan sekali didalam membebaskan bangsa ini dari hegemoni penjajah baik yang dilakukan dengan perjuangan secara fisik seperti perang terbuka maupun perjuangan non fisik seperti melaksanakan pendidikan politik rakyat melalui organisasi kepemudaan maupun lobi-lobi internasional untuk memperoleh pengakuan kedaulatan negeri ini. Salah satu karya pemuda-pemuda Indonesia yang sampai sekarang menjadi spirit pemersatu bangsa adalah lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang sangat bersejarah ini sebagai kekuatan baru atau komitmen sakral untuk menyatukan elemen-elemen pemuda yang berasal dari suku, agama maupun ras yang berbeda dari Sabang sampai Merauke didalam cengkaraman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni berbangsa ,berbahasa dan bertanah air satu. Disamping itu, salah satu peristiwa sejarah monumental yang menceritakan peran pemuda adalah ketika Indonesia akan memproklamirkan kemerdekaannya. Ketika pemuda yang dalam sejarah bangsa dinamakan golongan muda telah mengetahui Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada Perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya) tahun 1945, maka mereka pun memaksa Soekarno dan Muhammad Hatta yang dinamakan golongan tua untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dimana pada waktu itu pahlawan proklamator kita itu penuh dengan pertimbangan-pertimbangan untuk mendeklarasikan kemerdekaan bangsa ini, tetapi dengan semangat perjuangan yang berapi-api pemuda pun berhasil meyakinkan The founding father kita itu walaupun dilakukan dengan penculikan tokoh golongan tua tersebut atau yang sering disebut dengan peristiwa Rengasdengklok. Melihat hal tersebut maka dapat kita katakan bahwa pemudalah sebagai aktor intelektual dibalik kemerdekaan bangsa ini.
Diera kekinian ini, dimana masih banyak sekali kita temukan permasalahan-permasalahan bangsa, adakah peran pemuda khususnya pemuda Kristen masih sangat diperlukan untuk melepaskan bangsa ini dari penjajahan kemiskinan, ketidakadilan dan disintegrasi bangsa yang sangat memprihatinkan ?. Kalau pada era sebelum kemerdekaan musuh bangsa ini adalah penjajah seperti Belanda dan Jepang, tetapi diera kekinian musuh kita adalah berasal dari bangsa kita sendiri.
Kondisi realita bangsa saat ini khususnya dikalangan kaum muda Kristen telah mengalami pergeseran pola pikir dan budaya. Banyak dikalangan pemuda Kristen tidak lagi memahami dan menjalankan cita-cita perjuangan para Pahlawan yang telah rela mati demi terciptanya bangsa Indonesia yang merdeka, adil dan, makmur. Banyak pemuda Kristen sekarang yang hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri dan terjebak dalam lingkaran hedonisme semu yang membuat semakin terburuknya kehidupan generasi penerus bangsa. Pemuda Kristen banyak yang terjebak dalam lingkaran penyakit zaman abad 21 ini seperti Narkoba, Judi dan HIV/AIDS yang telah memporakporandakan mental dan karakter kaum muda sebagai insan penerus bangsa.
Menjadi Garam dan Terang Bangsa dengan Prestasi
Delapan puluh tahun sudah Hari Sumpah Pemuda 1928 kita peringati. Adakah momen bersejarah tersebut hanya dijadikan peringatan serimonial saja atau dijadikan bahan refleksi untuk berbuat dan berkarya bagi kemajuan negeri ini. Kalau kita dapat memutar sejarah kembali tentunya kita bisa melihat bahwa tiga butir Sumpah Pemuda 1928 yang dicetuskan para pemuda Indonesia bukanlah rumus kode buntut yang hanya berisi hayalan belaka tetapi spirit kita selaku kaum muda Kristen untuk membangun bangsa dengan prestasi dan menyatukan segala perbedaan didalam kebersamaan. Apapun peran yang sedang kita emban baik sebagai mahasiswa, pengusaha, teknorat, atlet, pemain sepak bola politisi, model , artis, penyanyi maupun petani sekalipun hendaknyalah kita tetap menjungjung tinggi nilai-nilai nasionalisme bangsa dan memberikan prestasi di bidang kita masing-masing untuk kemajuan bangsa ini. Soekarno pernah berkata dengan lantang “ Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia “. Sebagai pemuda Kristen sudah sepantasnyalah kita harus dapat menjadi Garam dan Terang ditengah-tengah bangsa ini. Menjadi garam dan terang bangsa hanya dapat kita buktikan dengan prestasi. Prestasi yang harus kita raih hendaknya mengandung nilai-nilai kebangsaan seperti
Pertama : Berdaya saing
Sebagai pemuda Kristen kita harus mampu bersaing diera globalisasi modern ini. Kita tidak boleh kalah bertarung prestasi baik dari segi Ipteknya, olahraganya atau bahkan kemajuan-kemajuan zaman yang lain.
Kedua : Kemandirian
Kita harus berbenah diri dengan mengandalkan kemandirian yang dapat kita lakukan dengan kewirausahaan. Sumber daya alam kita yang kaya dapat kita jadikan komoditi maupun produk untuk kelangsungan hidup kita dengan tidak hanya mengandalkan pada produk-produk kapitalis. Kita bisa maju dan sukses dari hal-hal yang kecil misalnya menjadi pengusaha keripik ubi atau menjadi pengusaha jamu atau berwirausaha dengan bentuk usaha yang lain asalkan dikremas dengan manajemen yang baik dan keprofesionalan profesi.
Kita tidak boleh malu maupun malas. Kita harus terus belajar dan terus belajar untuk berinovasi secara kreatif diera persaingan global ini.
Ketiga : Berkarakter dan berkebudayaan
Bangsa kita adalah bangsa yang menjungjung tinggi nilai-nilai moralitas. Hal ini harus tetap kita jaga. Keanekaragaman suku, budaya maupun agama hendaknya dapat membentuk kepribadian pemuda yang berkarakter. Kita tidak boleh terkontaminasi dari budaya asing yang negatif yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran kita. Kita lihat bagaimana informasi maupun teknologi yang destruktif dapat membuat anak bangsa jatuh kedalam kehancuran. Satu hal yang pasti, kita sebagai pemuda Kristen harus tetap mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar kiranya kita terlepas dari belenggu penyakit zaman abad 21 seperti Narkoba, Judi dan HIV/AIDS yang sedang mendunia ini.
Kepemimpinan ditengah-tengah Pemuda
Ditengah-tengah permasalahan bangsa yang mengakar ini hendaknyalah kaum muda bersiap dan dipersiapkan untuk memimpin bangsa ini keluar dari keterburukan maupun keterbelakangan. Kita lihat bagaimana Alkitab telah mencatat tokoh-tokoh muda yang telah mampu memimpin bangsa untuk keluar dari ketidakberdayaan. Kita lihat bagaimana Raja Salomo yang walaupun masih muda tetapi terkenal dengan kebijaksanaanya dalam memimpin bangsa Israel sehingga pada waktu itu bangsa Israel menjadi bangsa yang kuat dan disegani bangsa-bangsa lain. Ketokohan dan kepemimpinan Daniel yang terkenal dengan keidealisannya dalam mempertahankan Imannya kepada Tuhan Allah walaupun dia harus dicampakkan ke dalam Gua Singa. Soekarno diusianya yang muda telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia walaupun dia harus ditangkap, diasingkan bahkan dipenjara tetapi semangat dan keberaniannya telah mengalahkan hegemoni kekuasaan penjajah. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh muda yang dapat kita teladani dalam hidup kita untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang berintegritas dan kuat.
Yang menjadi pertanyaan adalah mampukah pemuda Kristen menjadi pemimpin bangsa ini ?.
Untuk menjawab hal tersebut ada beberapa hal yang patut kita perhatikan?
Pertama : Pengalaman. Sering kali kaum muda dikatakan kurang berpengalaman apabila diperhadapkan pada persoalan kepemimpinan. Padahal untuk membangun bangsa ini tidaklah usia hidup yang menjadi tolak ukur tetapi lebih kepada persoalan kemauan, jiwa dan politik will yang baik untuk melepaskan bangsa ini dari keterbelakangan dan keterburukan. Banyak para elit politik dari kaum tua yang telah banyak makan asam garam dipercaturan politik tetapi banyak pula yang terjebak dalam permasalahan hukum. KKN, Penjualan asset negara, Illegal Loging dan bentuk pelanggaran hukum yang lain yang telah dilakukan telah membuat bangsa ini jatuh dalam keterburukan.
Kedua : Perlawanan. Banyak golongan tua yang masih mempertahankan kekuasaan dengan tidak memberikan kepada kaum muda kesempatan untuk memimpin. Seperti kita lihat sekarang banyak golongan tua yang masih mendominasi bursa penCalegan (Calon Legislatif) untuk Pemilu 2009 di tiap-tiap Partai Politik Nasional (Parnas) kita. Banyak kaum tua menganggap kaum muda lemah dalam persoalan kebijaksanaan. Oleh karena itu selaku pemuda Kristen harus arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan bangsa. Kita jangan terjebak kedalam politik praktis kotor yang dapat membuat perpecahan dikalangan pemuda yang ujung-ujungnya dapat menstimulasi maupun menciptakan konflik dan perpecahan ditengah-tengah bumi pertiwi ini. Pemuda Kristen harus mampu menjungjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dengan pemuda-pemuda yang berasal dari suku, ras maupun agama yang berbeda ketika ada perbedaan pendapat dalam hal pengambilan keputusan ditiap aspek kehidupan berbangsa dan bertanah air. Kita memang beda tetapi bukan untuk dibeda-bedakan.
Ketiga : Ketika kaum muda berkuasa. Kaum muda sering diperhadapkan kepada persoalan kecakapan emosi dan kebijaksanaan ketika akan memimpin bangsa ini. Oleh karena alangkah lebih idealnya apabila jiwa semangat perjuangan kaum muda yang berapi-api dipadukan dengan kebijaksanaan yang dimiliki kaum tua.
Penutup
Secara de jure bangsa kita telah merdeka, tetapi secara de fakto bangsa kita belum merdeka dari penjajahan kemiskinan, ketidakadilan, KKN yang merajalela bahkan disintegrasi bangsa. Di 80 Tahun hari Sumpah Pemuda ini, marilah kita putra-putri pertiwi bangun dan bergerak maju memberikan kado terindah bagi bangsa ini dengan menunjukkan prestasi kita. Karena hanya melalui prestasilah kita dapat mengguncang dunia. Semoga !!!

Penulis adalah Pemuda GKPS. Aktivis GmnI dan IMAS-USU
Alamat : Jln Seruling No 30 b Pasar I Padang Bulan Medan
No HP : 081 260 118 003
e-mail : frofidiermanpurba@yahoo.com
Tulisan ini mendapat Peringkat V pada Lomba Karya Tulis Yang Diadakan Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial (KDAS) Pada Tanggal 8 November 2008

GmnI Komisariat FMIPA USU Menuju Paradigma Baru


GmnI Komisariat FMIPA USU Menuju Paradigma Baru

( Perubahan ditangan Pengurus Komisariat GmnI FMIPA USU Periode 2008-2009 yang baru dilantik oleh DPC GmnI Kota Medan , Akankah ? )


Pada tanggal 26 Juli 2008 Pengurus Komisariat GmnI FMIPA USU periode 2008-2009 telah dilantik oleh Dewan Pimpinan Cabang Kota Medan untuk menjalankan roda keorganisasian satu tahun kedepan. Kepemimpinan GmnI FMIPA USU ini tentunya dihasilkan melalui mekanisme demokrasi yakni Rapat komisariat (Rakom ) sebagai pengejawantahan amanah konstitusi yang harus dijalankan. Didalam melaksanakan proses-proses teknis Rapat Komisariat yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 2008 di Jln.Bioteknologi Kampus FMIPA USU tentunya banyak sekali ditemukan perbedaan-perbedaaan konsep, pendapat maupun pemikiran yang tujuan sebenarnya bagaimana membuat perubahan yang signifikan ditubuh GmnI FMIPA USU ini. Seyogianya kebiasaan dalam setiap pesta demokrasi, Rapat Komisariat GmnI FMIPA USU pun tidak terlepas dalam pertarungan-pertarungan dinamika yang berlangsung cukup a lot.

Jurnal Pelaksanaan Rapat Komisariat ( Rakom ) GmnI FMIPA USU

Berkisar pukul 14.00 WIB, dikampus FMIPA USU melalui pekik perjuangan resmilah Rapat Komisariat dibuka oleh Bung Rivondi sebagai perwakilan dari DPC GmnI Kota medan. Untuk pembahasan Jadwal acara, tata tertib persidangan dan pemilihan pimpinan sidang tetap masih berlangsung cukup kondusif tanpa banyak dihujani dengan interupsi maupun pertanyaan-pertanyaan.
Berkisar pukul 16.00 wib, terpilihlah bung Jhon.L. Simanjuttak dan Bung Paska Erianto Saragih sebagai pimpinan sidang dalam memimpin agenda acara tentang pembahasan laporan pertanggungjawaban pengurus komisariat periode 2007-2008. Pada agenda itu akhirnya LPJ pengurus komisariat GmnI FMIPA USU diterima dengan bulat oleh peserta Rakom.
Berkisar pukul 17.00 wib, dua orang kandidat komisaris yakni bung Frofidierman Sonik Purba dan Bung Jhon.L.Simanjuttak maju dalam memperebutkan pucuk pimpinan tertinggi di komisariat untuk menahkodai GmnI FMIPA USU ini ditengah-tengah tantangan ombak perjuangan yang sedang terjadi.Sebelum mekanisme voting dilakukan kedua kandidat diperbolehkan untuk menjalankan mekanisme lobi apakah ada yang mengalah atau maju terus. Akhirnya kedua kandidat sepakat untuk bersaing maju terus karena kekuatan libido kedua kandidat untuk menjadi pemimpin sangat besar. Berkisar kira-kira 10 menit tahap pemilihan sudah selesai dan akhirnya melalui pemungutan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil akhirnya terpilihlah bung Frofidierman Sonik Purba sebagai komisaris GmnI FMIPA USU ini untuk satu tahun kedepan. Dalam kata sambutannya Bung Frofidierman Sonik Purba menyatakan bahwa kemenangannya dalam memperebutkan pucuk pimpinan di komisariat bukanlah kemenangannya sendiri melainkan kemenangan GmnI Komisariat FMIPA USU secara menyeluruh. Dia juga mengatakan bahwa dia akan menjalankan visi-misinya dalam membuat perubahan di tubuh GmnI Komisariat FMIPA USU kearah yang lebih baik.
Puncak dinamika rapat terjadi ketika Bung Rivondi Brahmana perwakilan DPC GmnI Kota Medan akan memberikan kata sambutan pada acara penutupan Rakom tiba-tiba bung Jhon.L. Simanjuttak melakukan interupsi mempertanyakan eksistensi DPC GmnI Kota Medan dan Sikap politik GmnI Komisariat FMIPA USU. Jhon.L. Simanjuttak berpendapat bahwa GmnI Komisariat FMIPA USU tidak pernah mendukung DPC GmnI Kota Medan hasil Konfercab kemarin. Pada saat bersamaan dia juga mengatakan bahwa tidak pernah GmnI Komisariat FMIPA USU merekomendasikan anggotanya untuk duduk dikepengurusan DPC GmnI Kota Medan tapi kenyataanya sarinah Aidani Harahap ditarik ke DPC dan dia menyatakan bahwa sarinah Aidani Harahap dan DPC GmnI Kota Medan telah mengkangkangi wibawa dan kebijakan politik GmnI komisariat FMIPA USU. Pada saat itu juga bung Jhon.L. Simanjuttak menyatakan agar GmnI Komisariat FMIPA USU menarik sarinah Aidani Harahap dari kepengurusan DPC GmnI Kota Medan atau sarinah Aidani akan direkomendasikan untuk dipecat dari keanggotaan keluarga besar GmnI. Akhirnya suasana Rakom menjadi panas. Sarinah Aidani Harahap pun melakukan protes keras terhadap pernyataan bung Jhon.L. Simanjuttak dengan melakukan perang argumentasi untuk mempertahankan eksistensinya di DPC GmnI Kota Medan. Pada saat bersamaan, sarinah Aidani Harahap pun mempertanyakan kedudukan Jhon.L. Simanjuttak sebagai Menteri di Pemerintahaan Mahasiswa dimana Fritjen Harianja sebagai Presiden Senat mahasiswa USU menurut versi KPU USU. Sarinah Aidani Harahap menyatakan bahwa GmnI FMIPA USU pun tidak pernah merekomendasikan Bung Jhon.L. Simanjuttak untuk duduk sebagai menteri. Dia juga menyatakan kalau dirinya dikenakan sanksi oleh GmnI Komisariat FMIPA USU maka sanksi tersebut harus berlaku juga untuk bung Jhon.L. Simanjuutak. Bung Jhon.L. Simanjuttak pun melakukan pembenaran kalau dirinya direkomendasikan dari organisasi lain jadi tidak menyalahi kebijakan politik GmnI FMIPA USU terhadap Pemira USU. Perlu diketahui bahwa kebijakan politik GmnI komisariat FMIPA USU tidak mendukung Fritjen Harianja Sebagai Presiden Mahasiswa USU versi KPU USU maupun Diki Altriki Sebagai Presiden Mahasiswa Versi MMU. Ketika berita ini dimuat, Pemira USU terjadi konflik dimana Diki Altrika yang memperoleh suara terbanyak pada Pemira USU melakukan kecurangan dan Fritjen Harianja sebagai pemenang nomor dua disahkan oleh KPU USU sebagai Presiden Mahasiswa USU menggantikan posisi Diki Altrika yang kemenangannya memperebutkan kursi kepresidenan didiskualifikasi oleh KPU USU. Pada Pemira USU tersebut, GmnI Sekawasan USU hanya mendukung Bung Hubertus Manao dari GmnI Komisariat Fakultas Hukum sebagai Calon Presma USU. GmnI Komisariat FMIPA USU berpendapat bahwa baik Fritjen Harianja maupun Diki Altrika sama-sama cacat hukum untuk duduk sebagai Presiden Mahasiswa. Yang anehnya ada pernyataan Jhon.L. Simanjuttak yang meminta apakah ada bukti secara tertulis kalau GmnI komisariat FMIPA USU mendukung Bung Hubertus Manao sebagai calon Presiden Mahasiswa USU. Mendengar pernyataan itu, bung Frofidierman Sonik Purba pun mengatakan bahwa kalau secara tertulis memang tidak pernah dikeluarkan oleh pengurus komisariat GmnI FMIPA USU, tetapi bung Frofidierman Sonik Purba mempertanyakan balik bahwa kenapa selama ini ketika GmnI sekawasan USU melakukan rapat untuk memenangkan bung Hubertus Manao bung Jhon.L. Simanjuttak selalu hadir dan tidak pernah mempersoalkan masalah dukungan secara tertulis terhadap bung Hubertus Manao . Dia juga menambahkan kalau bukti secara tertulis untuk mendukung bung Hubertus Manao tidak ada, berarti itu adalah kesalahan pengurus komisariat GmnI FMIPA USU dimana bung Jhon.L. Simanjuttak juga duduk dikepengurusan tepatnya sebagai wakombid bidang kaderisasi periode 2007-2008.
Akhirnya permasalahan sarinah Aidani Harahap maupun Bung Jhon.L. Simanjutak menjalar terhadap anggota GmnI FMIPA USU yang lain yakni bung Paska Erianto Saragih yang kebetulan juga duduk sebagai menterinya Fritjen Harianja. Malam semakin larut dan agenda rapat yang dibuat menyimpang dari jadwal sebenarnya. Emosi peserta Rakom makin memuncak, ditambah lagi dengan tidak adanya logistik Rakom untuk menahan serangan perut yang keroncongan dan tenggorokan yang kering. Pada saat kondisi demokrasi itu, tiba-tiba bung Rivondi Brahmana meminta Jhon.L. Simanjutak untuk keluar dari sidang yaitu untuk melakukan mekanisme lobi. Akhirnya setelah bung Rivondi Brahmana melakukan mekanisme lobi terhadap bung Jhon.L. Simanjuttak diambillah keputusan bahwa permasalahan ini akan diputuskan pada pembahasan Komisi Program, Komisi Politik, dan Komisi Organisasi yang disepakati oleh peserta sidang Rakom dibahas dikemudian hari.
Berpijak pada pepatah Kuno yang menyatakan bahwa masa lalu harus dilewatkan dan sekarang adalah bagaimana membuat masa depan yang lebih baik, GmnI Komisariat FMIPA USU pun mengadopsi pepatah kuno ini untuk membangun kembali wibawa organisasi ditengah –tengah derasnya tantangan perjuangan. Hal ini ditandai dengan terbentuknya susunan kepengurusan GmnI Komisariat FMIPA USU yang disusun oleh bung Frofidierman Sonik Purba sebagai Formatur Tunggal.

Jurnal Pelaksanaan Pelantikan Pengurus Komisariat GmnI FMIPA USU.

Berkisar pukul 14.00 WIB, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars GmnI dan Mars Marhaen yang dipandu oleh pembawa acara pelantikan yaitu sarinah Desi Aruan, Bung Charles Ritonga sebagai Wakil Sekretaris DPC GmnI Kota Medan membacakan Surat Keputusan DPC GmnI Kota Medan tentang pengangkatan dan pengesahan pengurus komisariat GmnI FMIPA USU. Bung Charles Ritonga menyatakan bahwa proses pelantikan ini hendaknya dijadakan ajang konsolidasi kader di tingkatan komisariat GmnI FMIPA USU. Hal-hal yang selama ini bertentangan khususnya pada waktu Rakom kemarin hendaknya tidak dijadikan ajang perpecahan ditubuh GmnI komisariat FMIPA USU tetapi diambil hal-hal yang positifnya dalam membangun GmnI ini kedepan.
Pada acara pelantikan tersebut komisaris terpilih bung Frofidierman Sonik Purba memberikan kartu ucapan selamat kepada bung dan sarinah yang terpilih sebagai pengurus komisariat satu tahun kedepan. Kartu ucapan selamat ini hendaknya dijadikan motivasi dan simbol perjuangan dalam membangkitkan jiwa perjuangan,” Kata bung Frofidierman Sonik Purba pada kata sambutannya.
Pada acara pelantikan tersebut dihadiri oleh Pengurus Komisariat FISIP USU, Pengurus Komisariat Ekonomi USU, Pengurus Komisariat UHN ( Nomensen ) dan Pengurus Komisariat Universitas Darma Agung. Disamping itu juga dihadiri Wakabid Kajian Sarinah DPC GmnI Kota Medan sarinah Aidani Novita Harahap beserta beberapa anggota GmnI Sekawasan Kota Medan. Pada acara pelantikan tersebut, undangan disuguhi dengan makanan dan minuman yang dikonsep semurah mungkin tapi penuh dengan Gizi yang memadai.

Demokrasi Percontohan


Demokrasi Percontohan
Oleh
FROFIDIERMAN SONIK PURBA

Pada tanggal 4 November 2008 yang lalu, bangsa Amerika Serikat telah mencatat sejarah baru dengan terpilihnya Barak Obama sebagai Presiden Amerika Serikat yang Ke-44. Dinamakan Pemilu yang bersejarah adalah karena Barak Obama adalah presiden berkulit hitam yang pertama yang terpilih untuk memimpin Amerika Serikat 4 tahun kedepan. Dengan mengusung isu perubahan tentunya jutaan rakyat Amerika Serikat bahkan dunia internasional menaruh harapan yang besar terhadap sosok yang dikenal dengan pidato politik yang penuh dengan emosional dan berkarisma ini. Ditengah euforia kemenangan , Barak Obama sudah harus dibebani “PR” sebagai warisan kebijakan Bush yakni Krisis ekonomi dan krisis keuangan global yang harus dituntaskan yang telah menyengsarakan rakyat Amerika Serikat disamping kebijakan terhadap ribuan tentara Amerika Serikat di Irak yang saat ini menunggu kepastian. Satu hal yang pasti adalah Amerika Serikat telah menunjukkan kepada dunia bahwa metamorfosis kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi telah mulai mencapai tahap perkembangan yang signifikan.
Politik Tanah Air
Sebagai negara penganut paham demokrasi seperti Amerika Serikat, tentunya secara substansial tidak jauh berbeda dengan keadaan politik nasional menjelang pemilu 2009. Berbagai harapan rakyat Amerika Serikat terhadap hasil pemilu mereka tentunya tidak berbeda dengan harapan rakyat Indonesia pada pemilu 2009 nanti yakni peningkatan taraf hidup dan perbaikan sosial kearah yang lebih baik.
Permasalahan kemiskinaan, pengangguran, pendidikan, korupsi, penegakan supremasi hukum dan kesehatan adalah beberapa masalah bangsa ini yang tentunya akan menjadi “PR” bagi para kandidat pemimpin bangsa yang terpilih melalui pemilu nanti. Didalam pemilu yang dilakukan secara langsung tersebut bisa kita katakan suara rakyat adalah suara Tuhan. Rakyat sebagai konstituenlah yang menjadi kunci keberhasilan dari serangkaian perjalanan proses demokratisasi nanti. Rakyat harus jeli dan bijak dalam memilih sosok pemimpin pro rakyat bukannya pemimpin “penghisap”rakyat. Seperti kita lihat bagaimana para kandidat pemimpin bangsa melalui kampanye-kampanyenya menawarkan janji peningkatan kesejahteraan rakyat. Ada yang berani menyatakan pendidikan gratis, biaya kesehatan gratis, peningkatan lapangan kerja yang akan diberikan kepada rakyat apabila dia terpilih nanti. Sungguh suatu “jualan politik” yang menggiurkan yang dikremas dalam bahasa maupun kata-kata yang indah didengar. Memang dalam membuat tolok ukur dalam menganalisa visi misi para kandidat mana yang mengandung nilai kebenarannya adalah susah sekali. Hal ini disebabkan karena kebanyakan visi misi mereka hanya dijadikan alat komunikasi politik untuk menarik simpati rakyat saja tetapi dalam implementasinya ketika terpilih tidak menjadi permasalahan hukum apabila tidak dijalankan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar visi misi para kandidat tidak menjadi media pembohongan publik :
Pertama : Mempelajari track record sosok kandidat. Sebagai konstituen dalam demokrasi dan proses demokratisasi ini sudah sepantasnya rakyat harus mengetahui sosok kandidat yang akan mereka pilih. Rakyat harus mengetahui bagaimana pendidikannya, sepak terjangnya, kesehatan, keadaan psikologi bahkan permasalahan yang lebih intim seperti keluarga. Kita tidak ingin kandidat yang kita pilih mempunyai masalah keluarga. Bagimana mungkin dia akan mensejahterakan rakyat rakyat sedangkan keluarganya tidak bisa jadi teladan ditengah-tengah masyarakat atau bagaimana mungkin dia akan membicarakan peningkatan kesehatan rakyat sedangkan dia saja mempunyai masalah kesehatan. Kesemuanya itu menjadi faktor yang mempengaruhi ketika membicarakan implementasi visi misinya.
Kedua : Pembuatan regulasi visi misi. Sudah sepantasnya regulasi terhadap visi misi para kandidat pada pemilu nanti dibuat dalam bentuk undang-undang khusus. Kita tidak menginginkan visi misi setiap calon selama ini hanya dijadikan media pembohongan publik. Jadi, setiap kandidat yang terpilih nanti maka visi misi yang diucapkan disetiap kampanyenya langsung menjadi undang-undang khusus yang apabila tidak dijalankan akan dikenakan sanksi secara hukum. Pembohongan publik yang dia buat melalui visi misinya sama saja dengan penghianatan terhadap kepercayaan rakyat.
Dalam mengukur keberhasilan suatu pesta demokrasi dalam hal ini adalah pemilu, maka ada dua hal yang dapat menjadi tolak ukurnya yakni :
Pertama : Kedewasaan Berpolitik Masyarakat
Dialam demokrasi ini persoalan menang dan kalah dalam pertarurang perebutan kepemimpinan maupun kekuasaan adalah hal yang wajar apabila para kandidat dan masyarakat pendukung dewasa dan legowo menerima apapun hasil yang dicapai. Kita tentunya tidak menginginkan terjadinya konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat yang ujung-ujungnya akan merugikan kepentingan masyarakat itu sendiri. Kita lihat bagaimana kedewasaan berpolitik John Mcain, kandidat Presiden Amerika Serikat dari partai Republik yang kalah pada Pemilu Amerika serikat 4 November 2008 yang lalu. Ketika dia telah mengetahui kekalahannya pasca pengumuman hasil pemilu Amerika Serikat, dia langsung berpidato dihadapan pendukungnya sendiri untuk mengakui kehebatan dan kemenangan Barack Obama, kandidat Presiden Amerika Serikat terpilih dari partai Demokrat. Ditengah-tengah teriakan kekecewaan yang diluapkan pendukungnya dia tidak hanya mengakui kekalahannya tetapi mengajak seluruh konstituen pendukungnya untuk bersatu dan mendukung presiden Amerika Serikat yang terpilih. Sungguh suatu sikap ksatria sejati. Yang menjadi pertanyaan adalah adakah sikap dan keteladanan Jhon Mcain ini ada di setiap jiwa para kandidat pemimpin bangsa yang akan bertarung pada pemilu 2009 nanti?. Sungguh suatu sikap kekanakkanakan apabila ada kandidat yang kalah tetapi tidak mengakui kekalahannya. Ironisnya malah melakukan penghasutan maupun provokasi kepada konstituennya untuk melakukan tindakan anarkis. Dalam berdemokrasi ini tentunya kita tidak bisa menegasikan adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu sebagai masyarakat yang terkenal dengan kekeluargaannnya dan kegotongroyongannya, hendaknyalah penyimpangan atau sengketa yang terjadi disikapi melalui jalur konstitusi/hukum yang berlaku di tanah air kita
Kedua : Permainan isu-isu strategis.
Dalam pertarungan demokrasi ini, isu-isu strategis sangat berperan sekali dalam memetakan kekuatan politik. Memerankan isu-isu stategis tentunya harus menjungjung tinggi etika dan norma berdemokrasi. Kita tentunya tidak menginginkan isu agama , kesukuan maupun ras dijadikan komoditas politik untuk kepentingan sesaat, tetapi hendaknyalah kita nilai dari visi misinya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Amerika Serikat telah mencatat sejarah baru dengan terpilihnya Barak obama sebagai Presiden berkulit hitam pertama untuk memimpin Amerika Serikat 4 tahun kedepan. Rakyat Amerika Serikat tidak melihat sosok Barak Obama dari sudut latar belakangnya (baca: Ras, Suku maupun agama) tetapi dilhat dari visi misi yang dia tawarkan yang sangat menyentuh kebutuhan dan menjawab permasalahan rakyat Amerika Serikat. Believe We Can Change it adalah jargon-jargon Barak Obama yang selalu dia dengungkan disetiap kampanyenya. Sejarah terpilihnya Barak Obama sebagai USA-1 telah menghancurkan tembok diskriminasi ras dalam sosial - politik Amerika Serikat.
Oleh karena momentum ini dapat kita jadikan inspirasi baru dalam mewarnai metamorfosis kedewasaan berpolitik bangsa ini. Jadi, Dalam pertarungan demokrasi 2009 nanti, dikotomi politik jawa dan luar jawa, suku maupun agama tertentu untuk memimpin bangsa ini sudah sepantasnya kita hilangkan dengan mengkampanyekan politik kualitas sosok kandidat dalam memimpin bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan tanpa melihat latar belakang suku, ras maupun agamanya.
Penutup
Ditengah-tengah kecaman dunia akan kebijakan luar negerinya diera kepemimpinan Bush yang sarat perang bahkan ada yang sudah anti Amerika Serikat, negera Paman Sam tersebut telah berhasil menunjukkan demokrasi percontohan kepada dunia untuk diteladani. Menjelang pemilu 2009, konstlasi politik daerah maupun nasional akan memanas. Itu wajar. Oleh karena itu sudah saatnyalah bangsa ini merubah paradigma kedewasaan berpolitiknya dengan menjungjung tinggi etika dan norma berdemokrasi sehingga proses demokrasi tanah air dapat menjadi demokrasi percontohan di belahan dunia ini. Bangsa sekaliber Amerika Serikat Saja bisa, Mengapa kita tidak bisa ?.Semoga bisa.
Penulis Adalah Komisaris GmnI Komisariat FMIPA USU Periode 2008-2009

Kualitas Sarjana USU Dipertanyakan


Kualitas Sarjana USU Dipertanyakan
( Idealisme Ilmu atau Sekedar Formalitas Perolehan Gelar )

Oleh :
Frofidierman Sonik Purba

Seperti biasa tiap tahunnya seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia baik itu PTN yang berbasiskan BHMN maupun PTN yang belum dan akan menjadi BHMN akan mengadakan seleksi untuk menerima mahasiswa/I baru. Sudah menjadi kebiasaan pula bahwa para pemimpin-pemimpin Indonesia senang melakukan kebijakan yang aneh-aneh dan tidak populis terhadap kepentingan rakyat miskin atau masyarakat yang termarjinalkan, maka hal itu pun berimbas pada kebijakan dibidang pendidikan untuk membuat ujian masuk PTN menjadi beberapa jalur. Yang lucunya, jalurnya banyak tetapi konsepnya sama. Dan yang menjadi kegelian penulis adalah Pemerintah melakukan kebijakan ini adalah semata-mata karena uang. Kalau dulu penerimaaan mahasiswa baru untuk masuk ke PTN di seluruh Indonesia ini masih dibawahi oleh satu kepanitiaan SPMB yang dibentuk oleh Diktinya Mendiknas, tetapi karena uang hasil keuntungan penjualan formulir SPMB tidak pernah dibagikan kepada PTN dan hanya masuk ke kas Negara sebagai non-pajak maka PTN pun protes kepada pemerintah. Akhirnya daripada sama-sama tidak beruntung antara Mendiknas dengan PTN maka pemerintahpun mengizinkan kepada PTN untuk membuat jalur Masuk PTN dengan beragam cara. Ada yang melalui UMB SPMB, SNMPTN, Jalur Mandiri dan masih banyak lagi jalur-jalur yang lain yang pada ujung-ujungnya PTN di Bumi Petiwi ini mendukung sepenunya Komersialisasi Pendidikan. Belum lagi adanya indikasi akan semakin semaraknya pesta KKN di Sistem Pendidikan Nasional Kita ini dimana yang kaya akan mudah masuk dan duduk manis sebagai mahasiswa PTN sedangkan yang miskin akan gigit jari memandangi “indahnya” kemaksiatan dunia pendidikan kita ini. Kita bias lihat bagaimana UU BHP ( Badan Hukum Pendidikan) yang secara substansial belum menyentuh filosofis dan hakikat dari pendidikan. Cita-cita Paulo Fereira yakni pendidikan yang memanusiakan manusia bak jauh panggang dari apinya. Yang ada hanya pendidikan yang memanusiakan manusia yang memiliki uang
Bagaimana dengan USU. Apakah ikut arus atau melawan arus?. Sudah barang tentu bahwa dalam suatu konsep birokrasitasi di Indonesia ini yang bawah harus mengikuti perintah atasan maka USU pun segera mengambil ancang-ancang untuk mempersiapkan diri terhadap “indahnya” Jalur masuk PTN ini. Uang masuk dari mahasiswa/I baru akan bergelimpangan tapi konsep dan tujuan pendidikan akan biasa-biasa saja dan yang parahnya akan semakin “MAJU” maksudnya MASUK JURANG. USU yang katanya kumpulan manusia-manusia “terpilih” yang didik untuk membangun bangsa ini ternyata tidak mampu menjadi fondasi atau perisai yang kuat dalam menyokong dan mengembangkan dunia teknologi maupun ilmu pengetahuan global. Hal ini dapat kita ketahui dari kualitas akademik baik yang berupa riset maupun bentuk system belajar-mengajarnya yang kualitas jauh dibawah standar bila dibandingkan dengan system belajar-mengajar yang ideal. Ideal maksudnya ada interaksi dan komunikasi social yang dialogis dan saling membangun antara mahasiswa dengan dosen dengan sokongan fasilitas yang memadai. Hal ini diperparah lagi dengan kondisi fasilitas praktikum maupun perkuliahanya yang dibawah standar. Yang lebih ironisnya dengan kondisi kualitas yang tidak memadai ternyata USUmampu menghasilkan gelar akademik secepat kilat. Kita lihat saja bagaimana banyaknya gelar dosen baik yang doktor maupun yang bergelar Profesor tetapi tidak mempunyai kualitas pendidik maupun kualitas ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan. Bisa dibilang USU adalah sarangnya raja-raja gelar artinya manusia yang gila gelar akademik tetapi tidak mempunyai karisma pendidik maupun mental dan kecakapan seorang ilmuan sejati. Sudah sepantasnyalah ketika sebuah universitas yang mempunyai banyak dosen yang bergelar doktor mapun yang bergelar Profesor mempunyai suatu penemuan yang bertaraf internasional. Kebanyakan gelar yang didapat dipergunakan bukan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi tetapi lebih kepada persoalan banyak gelar maka banyak embel-embel nama. Jadi siapa yang mau gelar instant maka datanglah ke USU.
Melihat ini semua sudah seharusnya USU membuat sebuah revolusi system dan Revolusi metode Ilmu untuk menciptakan kualitas mahasiswa yang akan menjadi alumni yang berkualitas. USU harus berbenah diri menghadapi persaingan global khususnya di dunia ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin maju. Sistem pendidikan harus diubah melalui mereformasi silabus praktikum maupun silabus perkuliahan yang berbasiskan pada nilai-nilai intelektualitas dan kreativitas dosen maupun mahasiswanya. Belum lagi menyediakan fasilitas yang memadai untuk menunjang riset maupun penelitian. Disamping itu kesejahteraan dosen sebagai guru pendidik harus ditingkatkan dengan dibarengi dengan peningkatan kualitas dosen.
Dengan kondisi kualitas USU yang memprihatinkan dimana Harian Kompas mencatat USU berada diperingkat ke -17 untuk tingkatan nasional adakah harapan akan peningkatan kualitas sarjana-sarjana USU…?. Mari kita jawab sendiri.

Penulis adalah manusia pembelajar yang berharap USU dapat memberikan masa depan yang lebih baik demi istri dan anak-anakku.

Revitalisasi Pertanian Nasional Menuju Swasembada Beras


Revitalisasi Pertanian Nasional Menuju Swasembada Beras
Frofidierman Sonik Purba
Pada tahun 1984 yang lalu, Indonesia telah mendapatkan prestasi internasional di bidang swasembada beras. Selain menguntungkan secara ekonomi karena dapat menambah devisa negara melalui ekspor beras, swasembada beras tersebut telah membangkitkan semangat kemandirian dalam hal pemenuhan kebutuhan pangannya sendiri.Tetapi setelah tahun 1984, prestasi gemilang tersebut sirna dan Indonesia malah menjadi negara importir beras terbesar di dunia dengan angka impor yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang bertambah secara signifikan maka konsumsi nasional akan beras pun meningkat karena memang sebagian besar penduduk Indonesia adalah pengkonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Indonesia membutuhkan beras sebanyak 31 juta ton pertahun bagi rakyat yang jumlahnya sekitar 230 juta jiwa, dengan asumsi konsumsi beras penduduk sekitar 135 kg per tahun per kapita (Posman Sibuea,2003)
Formula solutif dan inovatif harus dicari agar pemerintah tidak membuat kebijakan impor beras sebagai alternative utama dalam menambah stok beras nasional. Revitalisasi dalam bidang pertanian nasional adalah jawabannya apabila semua pihak (pemerintah,swasta/lembaga internasional maupun LSM yang bergerak dalam bidang pertanian) berkomitmen dan bekerja sama dalam menuntaskan permasalahan pertanian nasional kita. Permasalahan alih fungsi lahan pertanian yang tidak teratur dapat membuat produksi padi berkurang. Kita lihat bagaimana Pulau Jawa yang sejak dulu dikenal sebagai lumbung pangan nusantara berkat kesuburan tanah dan ketersediaan sarana pengairannya berubah menjadi pulau yang memfokuskan pembangunan ekonomi seperti pusat perbelanjaan, jasa, perkantoran,real-estate, industri maupun jalan tol/transportasi. Belum lagi pembangunan infrastruktur pertanian yang belum memadai dan terkesan diskriminatif dan persoalan bibit unggul yang belum tercapai disamping maraknya penyebaran pupuk palsu menyebabkan menurunnya produksi padi nasional. Disamping itu kebijakan maupun regulasi dibidang pertanian yang dibuat cenderung menyengsarakan petani tanah air kita. Indonesia jangan sampai terperangkap oleh kepentingan pihak-pihak tertentu yang berlindung dibalik kebijakan maupun regulasi pemerintah yang menginginkan negeri ini mengalami morfin ketergantungan impor beras.
Pencanangan program revitalisasi pertanian secara terpadu harus juga didukung oleh peningkatan SDM masyarakatnya. Alangkah ironisnya apabila program studi pertanian yang hampir ada di setiap universitas kita tidak mampu menciptakan sarjana pertanian yang mempunyai SDM maupun skill untuk mengolah lahan pertanian negeri yang terkenal dengan kesuburannya. Sarjana-sarjana pertanian harus mampu melakukan riset maupun penelitian untuk menunjang perbaikan pertanian kita, tentunya dengan dukungan dana baik dari pemerintah maupun swasta.
Kita tentunya mengharapkan rencana pemerintah yang akan mengucurkan subsidi pangan sebesar Rp 33 trilun pada tahun 2009 nanti dapat mendukung program revitalisasi pertanian (Presiden RI, 2008) sehingga harapan swasembada beras dapat segera terealisasi. Semoga
Diterbitkan Pada Surat Kabar Harian Seputar Indonesia Pada tanggal 21 November 2008

Saatnya Caleg Simalungun Menanamkan Etika dan Moral Politik Menuju Kursi Legislatif


Saatnya Caleg Simalungun Menanamkan Etika dan Moral Politik Menuju Kursi Legislatif
Oleh : Frofidierman Sonik Purba

Tahun 2009 ini adalah momentum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena bangsa ini akan melangsungkan pesta demokrasi yakni pemilihan umum (Pemilu) legislative baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan pemilihan presiden (pilpres). Siapapun yang akan terpilih dalam momentum politik tersebut akan mempengaruhi perjalanan bangsa ini untuk lima tahun kedepan. Kita tentunya tidak mengharapkan para kandidat yang selama kampanye menjelma sebagai “pendekar rakyat” dengan mengumbar janji-janji manis untuk memperjuangkan penderitaan rakyat akhirnya setelah terpilih berubah menjadi “pengisap hak dan kehormatan rakyat”. Rangkaian kata-kata yang dijual para kandidat dalam kampanyenya begitu indah didengar ibarat angin sorga yang akan memberikan setitik harapan ditengah-tengah permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Ada yang berani menawarkan pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, jaminan sosial gratis sehingga setelah terpilih yang ada hanya harga diri dan moralitas gratis artinya keadilan dan hak rakyat susah didapat sehingga harga diri dan moralitas tidak lagi berharga. Belum lagi persoalan money politik yang dihalalkan demi meraih kekuasaan sehingga akan berpotensi menciptakan korupsi ketika terpilih. Kita lihat bagaimana para kandidat menjelma sebagai “dermawan” dadakan dengan membagi-bagikan uangnya kepada para konstituen baik mengatasnamakan organisasi maupun pihak yang diklaim dapat mengusahakan lumbung suara (tim sukses dadakan) kepada si calon dimana dibalik kedermawanannya ada kepentingan politik dibaliknya. Konsekuensinya ketika para kandidat yang terpilih mulai menjabat maka yang akan dipikirkannya adalah dua tahun pertama memulangkan dana yang telah habis selama kampanye melalui korupsi, tahun ketiga memperkaya diri dan dua tahun jabatan terakhir menyimpan dana kampanye yang akan digunakan untuk membeli suara rakyat pada pemilu berikutnya. Ibaratnya proses demokrasi ini seperti sebuah perusahaan politik yang melakukan investasi politik kerakyat untuk mendapatkan untung pribadi dari permainan politik sehingga kepentingan rakyat hanya sebatas komoditas politik belaka.
Politik Kualitas Menuju Wakil Rakyat
Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi tentang penerapan suara terbanyak dalam pemilihan legislative dan batas 25% bagi pencalonan presiden dan wakil presiden oleh suatu partai maupun koalisi partai maka konstlasi politik daerah maupun nasional semakin memanas. Pada model demokrasi diera kekinian, tidak lagi cost politik (modal politik) yang menjadi tolak ukur tetapi kedekatan para kandidat dan partai terhadap konstituennya akan menjadi alternative utama dalam meraih simpati rakyat. Kalau kita melihat pada pemilihan legislative tahun 2004 lalu, persoalan nomor urut menjadi jualan partai yang sangat menggiurkan. Bayangkan saja untuk mendapatkan nomor urut jadi si calon harus mengeluarkan ratusan juta rupiah bahkan miliaran rupiah. Alhasilnya, partai tidak lagi melihat mutu kandidat sehingga tanpa kita pungkiri rakyatlah yang tetap menjadi korban dari permainan politik kotor ini.
Hajatan politik yang akan kita rayakan ini pun sangat terasa dalam masyarakat Simalungun. Kita lihat bagaimana putra-putri Simalungun berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai calon legislator baik dari tingkat daerah sampai tingkat pusat dan sudah sepantasnyalah permasalahan kualitas figur harus kita kedepankan karena sangat berpengaruh dalam membawa bangsa ini keluar dari keterbelakangan dan keterburukan khususnya dalam memajukan masyarakat Simalungun. Kita tentunya tidak menginginkan para kandidat yang maju dari masyarakat Simalungun tidak mengerti permasalahan yang terjadi di Simalungun tetapi harus mempunyai politik will maupun kemauan dalam membangun Simalungun. Disinilah diperlukan kebijaksanaan masyarakat Simalungun sebagai konstituen politik melihat track record ( sepak terjang ) si calon. Kita jangan memandang kandidat yang akan kita pilih dari segi materialnya saja dan harus membuang jauh-jauh politik sempit yang mengatasnamakan satu marga, satu kampung maupun karena politik sanak saudara tetapi lebih kepada persoalan bagaimana kita melihat si calon benar-benar tulus dan berkualitas dalam membangun Simalungun. Alangkah ironisnya apabila kita menjual hati nurani kita kepada orang yang salah. Akibatnya yang menanggung resikonya adalah kita sendiri. Bisa dikatakan siapa yang menjual hati nuraninya sama saja dengan menjual bangsa ini kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam melihat kewajaran sosial politik masyarakat yang akan memanas menjelang Pemilu 2009 sebagai konsekuensi logis sebagai penganut paham demokrasi hendaknyalah dalam mengimplementasikan proses demokrasi ini tetap mengedepankan etika dan hukum yang berlaku. Menang dan kalah dalam pertarungan kekuasaan maupun kepemimpinan harus diterima dengan lapang dada dan bersikap ksatria sehingga tindakan anarkis dan konflik horizontal tidak terjadi ditengah-tengah masyarakat yang cinta damai ini. Kita lihat bagaimana sikap John Mcain – kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik yang kalah dalam pemilihan presiden. Ketika KPU Amerika Serikat mengumumkan kemenangan Barak Obama sebagai presiden Amerika Serikat yang terpilih, John Mcain langsung berpidato dihadapan para pendukungnya seraya mengakui kemenangan Barak Obama dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung presiden terpilih. Belum lagi ketika Barak Obama terpilih sebagai presiden Amerika Serikat yang Ke-44, dengan kerendahan hati dia mengajak kandidat yang kalah untuk bekerja sama dalam membangun Amerika Serikat. Dua ksatria yang dimiliki Amerika Serikat ini telah memberikan teladan kepada dunia bahwa demokrasi yang mereka miliki dapat menjadi demokrasi percontohan. Hendaknyalah para kandidat dari masyarakat Simalungun dapat bercermin dari ketokohan John Mcain dan Barak Obama ini. Membangun Simalungun bukan harus menjadi Anggota Legislatif atau menjadi Bupati saja. Banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk membangun Simalungun ini asalkan kepentingan rakyat tetap menjadi corong terdepan.
Penutup
Sebelum membuat pilihan hendaknyalah 3M yakni Melihat track record (sepak terjang) sicalon sampai keakar-akarnya, Memilih pada tanggal yang ditentukan atau tidak golput dan Mendoakan pilihan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ini. Jadi, selamat menggunakan hati nuraninya pada Pemilu 2009 ini. Pilihan kita menentukan kemajuan bangsa. Horas
Diterbitkan Pada Majalah Sauhur Edisi 10 April-Mei 2009

Kamis, 19 Februari 2009

PAHLAWAN DAN PERSOALAN BANGSA



PAHLAWAN DAN PERSOALAN BANGSA
Oleh
Frofidierman Sonik Purba
Merdeka atau mati …!!!
Ungkapan kata fenomenal yang diucapkan oleh bung Tomo ketika Belanda menyerang Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Karisma ungkapan itu pun memberikan spirit dan semangat kepada para pejuang kita untuk bertempur mempertahankan harkat dan martabat bangsa walaupun nyawa dan darah sebagai taruhannya. Kalaulah kita memiliki remoute kehidupan untuk memutar balik peristiwa 10 November 1945 ini, tentunya kita dapat melihat suatu pemandangan heroik yang menggambarkan daya juang para pahlawan kita yang tidak takut mati demi sebuah kemerdekaaan. Kemerdekaan adalah harga mati yang harus dicapai sebagai tujuan dan cita-cita bersama sebagai bangsa yang berdaulat.
Uangkapan merdeka atau mati yang diteriakkan oleh bung Tomo bukanlah jargon perjuangan tanpa makna. Kita bisa melihat bagaimana pengorbanan dan kegigihan para pahlawan kita yang harus meninggalkan harta, keluarga, bahkan cinta demi suatu impian yakni sang saka merah putih berkibar di bumi pertiwi. Ditengah-tengah kehebatan dan kecanggihan peralatan tempur Belanda, para pahlawan tidak gentar melakukan perlawanan. Darah digantikan dengan kemerdekaan.
Merdeka di Era Kekinian
Ditengah-tengah euforia bangsa yang sedang memperingati hari pahlawan ini, adakah kita memiliki jiwa dan semangat kepahlawanan dalam hidup berbangsa dan bernegara ?. Sebuah pertanyaan klise maupun monoton yang sering diperhadapkan pada kita ketika sedang memperingati momen kepahlawanan. Mungkin ada yang sudah alergi dan menganggap cerita kepahlawanan adalah dongeng yang sudah usang. Kalau kita berpikir secara pragmatis, kita akan mengatakan jadi pahlawan kok repot ( meminjam istilah Gus Dur ketika berada dalam keadaan genting). Jadi pahlawan kok harus diidentiikan dengan pengorbanan untuk kehidupan orang lain. Apakah sosok pahlawan hidupnya sudah digariskan ? Memang itulah pahlawan. Sosok yang tidak akan bisa terlepas dengan perjuangan dan pengorbanan. Yang jelas spirit dan jiwa kepahlawanan ada disetiap orang bagi yang mau berbuat untuk kebaikan tanpa mengharapkan politik balas budi.
Kalaulah kita menghayati ungkapan merdeka atau mati, maka kita bisa melihat relevansinya yang sangat signifikan terhadap persoalan bangsa diera kekinian. Secara de jure bangsa ini telah merdeka dengan melahirkan Republik Indonesia, tetapi secara de facto bangsa ini belum merdeka dari keterburukan dan keterbelakangan. Kita bisa melihat hamparan kemiskinan dan pengangguran yang belum terselesaikan, Hukum yang diperjualbelikan, elit bangsa yang haus kekuasaaan dan korupsi tanah air yang menunjukkan “prestasi” yang diakui dunia internasional serta masih banyak persoalan bangsa yang tidak dituliskan dalam kertas ini.
Kita tidak mengetahui mengapa bangsa ini belum sadar dari keterburukan dan keterbelakangannya dan bangun untuk sebuah tujuan bersama yakni Indonesia yang merdeka adil dan makmur. Apakah ini sebuah kutukan atau kebodohan kita. Mungkin bisa kita bertanya pada rumput yang bergoyang.
Pahlawan masa lalu sering dikaitkan dengan sosok yang heroik dimedan tempur dalam melawan hegemoni penjajah. Darah dan bambu runcing dijadikan simbol perjuangan para pahlawan yang menggambarkan kegagahan dan keberaniannnya. Diera kekinian model kepahlawan tidak lagi dikaitkan dengan darah dan bambu runcing. Pertempuran sekarang adalah bukan lagi melawan penjajah tetapi “pertempuran” sekarang melawan keterburukan dan keterbelakangan. Ditengah-tengah transisi kehidupan berbangsa yang ingin mencapai aktualisasi diri dari berbagai aspek ( politik, ekonomi, sosial maupun budaya ), bangsa ini sangat memerlukan sosok-sosok yang memiliki sikap kepahlawanan dalam menuntaskan persolan-persoalam bangsa. Berbicara kepahlawanan tidak hanya dibebankan kepada para pemimpin bangsa tetapi roh kepahlawanan harus merasuki setiap insan bangsa. Pengusaha, akademisi, mahasiswa, petani, kaum buruh dan segenap elemen negeri ini harus memiliki sikap kepahlawanan di bidangnya masing-masing.. Didalam memerdekaan bangsa ini dari persoalan bangsa, hendaknyalah kita saling bahu membahu dengan tidak saling menyalahkan, tidak menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi maupun mengembangkan ego-ego primordial yang sempit. Pemerintah dengan kebijaknnya harus tetap mementingkan kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Lembaga legislative harus menjungjung tinggi fitrahnya sebagai wakil rakyat yang murni memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan sebagai “serigala hitam” yang merampas hak-hak rakyat. Penegakan supremasi hukum haruslah menjadi harga mati yang tidak bias ditawar-tawar bagi lembaga hukum kita ( peradilan, kejaksaaan, kepolisian ).
Seandainya semua lembaga Negara tersebut mereposisi tugas dan kewenangannya masing-masing untuk kepentingan rakyat, momentum untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dan kemakmuran sebagai pengejawantahan cita-cita luhur para pahlawan dapat kita laksanakan. Seandainya tidak, bagaimana ??. Jawab dalam hati masing-masing.
Penulis adalah Komisaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Komisariat FMIPA USU Periode 2008 - 2009 dan Mantan divisi Informasi dan Komunikasi IMAS-USU periode 2004-2005.( Mahasiswa Kimia FMIPA USU Stambuk 2003)
e-mail : frofidiermanpurba@yahoo.com